Bagaimana Kehidupan Warga Jepang Jika Dinyatakan Keadaan Darurat?
Dilansir dari Kyodonews, Senin (6/4), Abe masih terus menganalisa penerapan status ini di setiap kota. Termasuk durasi pemberlakuan status itu. Osaka dan Tokyo hampir pasti akan masuk dalam rencana ini.
Gubernur Tokyo Yuriko Koike dan Gubernur Osaka Hirofumi Yoshimura sudah mendesak Abe untuk segera membuat deklarasi status keadaan darurat. Di satu sisi, Asosiasi Medis Jepang semakin khawatir runtuhnya sistem perawatan kesehatan.
Kehidupan Warga Jepang
Meski terdengar menyeramkan, status keadaan darurat tidaklah semengerikan judul aslinya. Warga Jepang hanya akan diperintahkan secara tegas supaya tetap tinggal di rumah. Boleh ke luar, tapi hanya untuk melakukan pekerjaan maha penting. Misalnya membeli makanan dan persediaan sehari-hari, atau mencari perawatan medis. Bekerja dari rumah sangat dianjurkan.
Supermarket, toko serba ada dan apotek akan tetap buka. Namun pemerintah Jepang akan bersiap menghadapi panic buying dan aksi menimbun kebutuhan sehari-hari.
Tempat-tempat orang berkumpul dalam jumlah besar seperti teater, ruang konser, dan stadion olahraga, besar kemungkinan akan ditutup. Termasuk acara-acara besar juga akan dibatalkan.
Dan sebenarnya, selama dua pekan terakhir ini, kesibukan di Kota Tokyo memang sudah terjun bebas. Banyak mal maupun toko-toko tutup atas kemauan mereka sendiri. Orang yang berkeliaran di jalanan juga menurun jauh.
Angkutan umum dipastikan akan terus beroperasi, meskipun mungkin ada perubahan jadwal atau pengurangan layanan. East Japan Railway Co., yang melayani Tokyo dan daerah sekitarnya, melaporkan penurunan 30 persen penumpang di Jalur Yamanote pada akhir pekan 28-29 Maret, ketika Gubernur Tokyo Yuriko Koike meminta 14 juta penduduk ibukota untuk tinggal di rumah.
"Transportasi adalah infrastruktur penting yang mendukung kehidupan masyarakat dan kegiatan ekonomi. Kita harus mempertahankan fungsinya," kata Menteri Transportasi Jepang, Kazuyoshi Akaba.
Meski statusnya sudah mengerikan, tapi tidak ada kekuatan hukum yang memaksa warga Jepang harus mematuhinya. Di negara-negara lain, ada ancaman denda besar jika melanggar. Tapi di Jepang, tidak begitu.
Tapi pemerintah tak terlampau khawatir. Mereka masih yakin, tanpa adanya ancaman denda maupun sanksi, warga Jepang akan mematuhi anjuran itu.