Pembatasan Sosial Setengah Hati di Ibu Kota
Nyatanya, penerapan PSBB dari tiga hari pertama masih sebatas imbauan. Aparat keamanan hanya mengimbau dan 'menceramahi' para pengguna jalan yang masih abai soal pemakaian masker, jaga jarak di kendaraan serta berkumpul di satu tempat.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan sesumbar prinsip PSBB sudah diterapkan di Jakarta sejak awal Maret. Dengan begitu, tak akan ada perbedaan besar dalam pelaksanaan PSBB sejak 10 April lalu.
"Ya (tidak ada perbedaan signifikan) dan memang Jakarta sudah melakukan PSBB selama ini," kata Anies pada Kamis lalu.
Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta salah satunya mengatur tentang Pembatasan Penggunaan Moda Transportasi Untuk Pergerakan Orang dan Barang.
Dalam Pasal 18 Ayat 4 dan 5 mengatur tentang ketentuan pengguna kendaraan mobil yang motor. Intinya adalah pembatasan kapasitas kendaraan seperti mobil hanya boleh mengangkut 50 persen dari kapasitas dan motor dilarang berboncengan. Pada Ayat 6 bahkan secara spesifik mengatur angkutan roda dua berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.
Pantauan era.id, Senin (14/4/2020) pagi, masih banyak pengendara sepeda motor yang berboncengan melenggang di sekitar Kuningan. Pembatasan sosial di Ibu Kota nampaknya masih berjalan setengah hati. Contoh dari penerapan PSBB setengah hati di antaranya adalah berubah-ubahnya peraturan.
Soal sepeda motor tak boleh berboncengan saat masa PSBB, rupanya ada perubahan peraturan. Pengendara sepeda motor yang semula tak diperbolehkan berboncengan kini diizinkan.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, motor tetap boleh berboncengan dengan syarat pengendara dan penumpang motor satu alamat selama PSBB.
"Iya betul, jadi khusus untuk roda dua yang pribadi, bukan ojek pangkalan ya, kita bolehkan berboncengan. Namun demikian, harus satu tujuan, satu alamat, atau satu rumah di KTP," kata Syafrin.
Selain soal motor pribadi, belakangan juga ada perubahan soal aturan transportasi berbasis aplikasi atau ojek online. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Pada Pasal 11 ayat (1) huruf d berbunyi "dalam hal tertentu untuk tujuan melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan.."
Permenhub ini dinilai sesat karena membuat pelaksanaan Pergub No. 33 Tahun 2020 bermasalah dan membuat aparat menjadi ambigu dalam melakukan penindakan hukum.
"Padahal tanpa penindakan hukum pelaksanaan PSBB menjadi tidak ada gunanya karena penularan COVID-19 masih dapat berlangsung melalui angkutan penumpang kendaraan roda dua, baik komersial maupun pribadi," ujarnya Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan konsumen, Agus Pambagio, Senin (14/4/2020).
Suasana di tol dalam kota (Foto: Astrid/pembaca era.id)
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno juga Permenhub yang diterbitkan Plt Menhub, Luhut Binsar Panjaitan itu kontraproduktif dengan aturan sebelumnya.
Sehingga, kata Djoko, berpotensi menimbulkan kebingungan di masyarakat termasuk petugas pelaksana di lapangan.
"Peraturan itu juga bertentangan dengan aturan dalam Permenhub itu sendiri serta prinsip physical distancing," kata Djoko melalui keterangan tertulisnya, Senin (13/4).
Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Semarang itu mempertanyakan jumlah petugas di lapangan yang dikerahkan untuk mengawasi.
"Pasti ribet urusan di lapangan dan mustahil dapat diawasi dengan benar," katanya.
Dia menyarankan, pemerintah pusat harus segera mencabut Permenhub Nomor 18/2020 dan fokus menangani pencegahan penyebaran wabah virus korona.