Penyebab Beda Data Korban Meninggal Korona Versi Pemerintah dan Rumah Sakit
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih mengatakan data angka kematian akibat korona di rumah sakit dua kali lebih besar dibanding data yang dimiliki pemerintah.
"Ada sedikit perbedaan dengan yang disampaikan masing-masing RS. Saya kemarin diperlihatkan data yang real time yang ada di BNPB yang langsung dari RS itu ada perbedaan," kata Daeng dalam diskusi melalui siaran telekonferensi, Sabtu (18/4/2020).
Data dari pemerintah yang tiap sore diumumkan oleh Jubir Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto hingga Jumat (17/4) mencapai 5.923 kasus dengan korban meninggal dunia 520 orang.
Padahal data dari rumah sakit, pasien yang meninggal mencapai 1.000 lebih. Angka tersebut didapat dari pasien PDP yang meninggal dunia juga masuk hitungan karena dianggap sudah positif COVID-19.
"Di masing-masing RS yang dilaporkan bukan hanya yang positif, tapi yang masuk kriteria PDP yang sudah dilakukan tata laksana COVID-19, kalau meninggal oleh RS yang meninggal sebagai kasus COVID-19," sambungnya.
Menurut Daeng, waktu tunggu hasil lab sangat lama, sehingga pasien PDP yang keburu meninggal tak bisa diketahui statusnya hingga ajal menjemput. Menurut informasi yang ia dapat, data yang diumumkan tiap sore oleh Yuri itu adalah data sepekan lalu.
Sementara itu, Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB, Agus Wibowo membantah ada perbedaan data antara yang diumumkan Gugus Tugas dan pihak rumah sakit. Ia mengakui BNPB memang mempunyai data real time soal jumlah pasien korona di seluruh Indonesia. Tapi data buatan Kominfo tersebut akan segera dibuka dalam waktu dekat.
"Minggu depan kita launch," katanya kepada era.id.
Agus mengakui memang ada perbedaan metode pencatatan dan pengumpulan data antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan rumah sakit.