Larangan Mudik Hasil Koordinasi Sana-sini Pemerintah

Jakarta, era.id - Pemerintah akhirnya memutuskan untuk melarang warga mudik Lebaran tahun ini di tengah pandemi COVID-19. Meski dituding terlambat karena banyak warga yang terlanjur pulang ke kampung halamannya jelang bulan Ramadan. 

Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan menolak jika pemerintah terlambat memutuskan pelarangan mudik. Pemerintah cuma sedang menimbang-nimbang secara matang serta harus koordinasi kesana kemari.

"Pelarangan mudik ini juga sudah mulai awal desainnya ke arah situ, tapi kalau terus diumumkan tiba-tiba juga kita belum siap untuk apa?" ujar Luhut dalam Rapat Kerja (Raker) virtual dengan Komisi V DPR RI, Selasa (21/4/2020).

Luhut mengatakan, sebelum memutuskan pelarangan mudik, pemerintah terus melakukan komunikasi intensif dengan beberapa kepala daerah, seperti Gubernur DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Lampung.

Hal ini untuk mematangkan eksekusi di lapangan ketika sudah ditetapkan sebagai kebijakan. Jadi tidak benar bila pemerintah pusat mengambil keputusan terlambat tanpa adanya koordinasi dengan daerah.

"Kita ngertilah berkoordinasi karena di dalam militer itu proses pengambilan keputusan ada yang disebut hubungan komandan dan staf, jadi saya lahir dari situ, ndak mungkin saya lari disitu," kata Luhut.

Terkait pemberlakuan larangan mudik yang mulai diterapkan pada 24 April 2020 pertimbangannya karena dalam beberapa hari ke depan pemerintah harus terlebih dahulu menyusun peraturan dan segala sesuatunya.

Fraksi PKS menilai langkah pemerintah terlambat. Pasalnya, gelombang mudik mulai terjadi jauh sebelum memasuki bulan Ramadan. Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Sukamta mengatakan, dari data Kementerian Perhubungan sudah ada sekitar 900.000 warga Jabodetabek yang terlanjur mudik duluan.

"Artinya, potensi penyebaran virus ke daerah-daerah sudah terjadi dengan curi start mudik ini," katanya melalui keterangan tertulis, Selasa (21/4).

Dia meminta kali ini pemerintah pusat bisa lebih tegas dan komprehensif dalam mengambil keputusan. Karena hal ini dinilai menyangkut nyawa orang banyak.

"Semoga tidak ada ralat lagi dari jubir Presiden atau Mensesneg. Jangan sampai kita mendengar keputusan yang mencla-mencle, yang diralat bolak-balik," ucapnya.

Sementara, Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto mengapresiasi keputusan pemerintah. Namun, dia berharap kebijakan pemerintah ini dibarengi dengan langkah tegas.

Menurutnya, pemerintah harus siap mengeluarkan aturan tegas mengenai pembatasan transportasi yang biasa digunakan untuk mudik seperti bus, kereta api, dan pesawat. Sehingga benar-benar membuat masyarakat mengurungkan niat untuk mudik.

"Kalau memang serius pemerintah mengatakan melarang mudik ya tegas saja jangan setengah-setengah, jangan seolah berbuat tapi tak berbuat," ucap Yandri saat dihubungi, Rabu (22/4/2020).

Menurut kajian lembaga survei SMRC, sekitar 31 persen responden dari DKI Jakarta tetap ingin pulang kampung saat Lebaran nanti. Termasuk juga kalangan yang berpendidikan tinggi dan berpenghasilan tinggi. Secara nasional, persentase warga yang ingin mudik mencapai 11 persen atau setara dengan 20 juta warga dewasa.

Sementara kajian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkapkan 68 persen masyarakat mengaku tidak akan mudik, 7 persen sudah kembali ke kampung halaman, dan sisanya sebanyak 24 persen masih ingin untuk mudik ke kampung halaman dari perantauan.

Tag: mudik