Daya Beli Turun Tapi Iuran BPJS Malah Naik?
Berdasarkan laporan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi penurunan daya beli pada bulan April yang lalu yang menyebabkan deflasi sebesar 0,13 persen.
"Saya melihat laporan BPS di bulan April, bahan pangan justru mengalami deflasi sebesar 0,13 persen. Ini ada indikasi penurunan permintaan bahan-bahan pangan, artinya daya beli masyarakat menurun," ujar Jokowi saat membuka Rapat Terbatas secara virtual, Rabu (13/5/2020).
Pemerintah sudah menyiapkan berbagai 'jurus' untuk mendongkrak daya beli seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk sembilan juta kepala keluarga, BLT desa dari dana desa untuk 11 juta keluaga, kartu sembako, Program Keluarga Harapan (PKH), dan padat karya tunai. Harapannya, dengan bantuan tersebut bisa meningkatkan data beli masyarakat.
Di sisi lain, pemerintah menaikkan kembali iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai bulan Juli setelah sempat dianulir oleh Mahkamah Agung (MA).
Hal itu tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo. Berikut ini kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Pasal 34.
Iuran Kelas I yaitu sebesar Rp 150.000 per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta. Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta. Sedangkan untuk iuran Kelas III baru akan naik tahun 2021 dari Rp25.200 menjadi Rp35.000.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kenaikan iuran dilakukan demi memperpanjang 'napas' program jaminan layanan kesehatan wajib itu.
"Sesuai dengan apa yang sudah diterbitkan nah tentunya ini adalah untuk menjaga keberlanjutan dari BPJS Kesehatan," ujar Airlangga melalui telekonferensi, Rabu (13/5/2020).