Kesuksesan Jepang dan Anomali Cara Mereka Menghadapi COVID-19

Jakarta, era.id - Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe resmi mengakhiri status masa darurat nasional akibat pandemi COVID-19. Negeri sakura itu dianggap sudah bisa mengontrol penularan COVID-19 di seluruh negeri meski sempat melonjak tajam saat awal April.

Pada awal April, PM Abe memberlakukan status darurat untuk Tokyo dan enam wilayah lainnya. Bahkan belakangan diperluas ke seluruh negeri. Seluruh pusat bisnis dan sekolah tutup. Tempat-tempat wisata juga memberlakukan hal yang sama. Tapi sebenarnya, Jepang tidak menerapkan hukuman bagi siapa pun warganya yang melanggar aturan itu.

Di saat negara berlomba-lomba melakukan pengujian, Jepang hanya menguji 0,2 persen dari populasinya, kurang dari 300 ribu. Hasilnya menyatakan negeri sakura termasuk salah satu tingkat terendah di antara negara-negara maju lainnya.

Jepang juga tidak bersusah payah membuat aplikasi teknologi canggih untuk melacak pergerakan orang. Tapi yang aneh, masyarakat Jepang berhasil melewati masa-masa krisis.

Negeri ini berhasil meratakan kurva penyebaran virus dengan 17 ribu kasus dan 826 kematian di negara dengan total penduduk 126 juta. Bisa dikatakan ini merupakan keberhasilan dengan angka terbaik.

"Hanya dengan melihat angka kematian, kita dapat mengatakan Jepang berhasil," ujar Mikihito Tanaka, Profesor di Universitas Waseda di bidang komunikasi sains yang dikutip dari Bloomberg News, Selasa (26/5/2020).

"Bahkan, para ahli pun tidak tahu alasannya," lanjutnya.

Menurut laporan media, sebuah daftar mengumpulkan 43 kemungkinan alasan suksesnya Jepang. Mulai dari budaya memakai masker, tingkat obesitas di Jepang rendah, hingga keputusan awal untuk menutup sekolah sementara waktu.

Jepang mementingkan respon awal warga terhadap peningkatan infeksi. Meski pemerintah pusat sempat diberikan komentar-komentar pedas terkait langkah-langkah kebijakan yang dinilai lambat. Namun, para ahli memuji pelaksanaan mereka.

Terutama peran pelacak kontak di Jepang. Fitur ini sudah ada setelah pasien terinfeksi COVID-19 pertama pada Januari silam. Tentu, ini merupakan respon yang sangat cepat dan jadi bibit unggul Jepang untuk melewati fase kritis saat ini.

"Ini sangat analog dan bukan sistem berbasis aplikasi seperti Singapura, tapi bagaimana pun, itu sangat berguna," ujar Kazuto Suzuki, Profesor Kebijakan Publik di Universitas Hokkaido.

Dia memberikan ulasan khusus terkait respons Jepang dalam pandemi COVID-19. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris baru mulai merekut dan melatih pelacak kontak, Jepang sudah lebih dahulu mengebut untuk melacak pergerakan COVID-19 sejak kasus pertama di temukan.

Tag: covid-19