Pemerintah yang 'Hobi' Kasih Bansos Makanan Instan
Uluran tangan dari pemerintah saat masa bencana (baik itu bencana alam atau bencana wabah penyakit) rata-rata sama. Produk-produk instan seperti mie instan, sarden, dan susu kental manis (SKM) sangat lumrah ditemukan dalam paket bantuan sosial sembako bagi warga terdampak bencana (termasuk COVID-19) di Indonesia.
Isi dalam satu paket bantuan tersebut diharapkan bisa menyambung hidup warga miskin yang makin sulit bertahan hidup di tengah wabah virus korona sekaligus menjaga imunitas dan daya tahan tubuh terhadap penyakit paling menular di dunia itu.
Tapi, bansos yang diklaim berisi sembilan bahan pokok (sembako) oleh pemerintah seharusnya tidak hanya bertujuan mengganjal perut yang lapar. Bansos sebaiknya terdiri dari bahan makanan yang mengandung nutrisi yang cukup seperti yang selalu dianjurkan pemerintah untuk mencegah penularan korona.
Bansos (Nurul Tryani/era.id)
Menurut pakar gizi Dr, dr Gaga Irawan Nugraha MGizi, SpGK, peran protein sangat penting dalam menjaga daya tahan tubuh di musim pandemi.
Gaga menilai, di antara beragam bahan makanan dalam bansos, sebaiknya produk susu kental manis diganti bahan makanan lain yang memiliki kandungan protein tinggi.
“Susu kaleng (kental manis) ini yang saya kurang setuju. Karena susu kental manis sebetulnya bukan susu, itu lebih banyak gulanya. Bahkan kebanyakan perisa susu atau krimmer yang terbuat dari kristal minyak kelapa, bukan susu,” terang Gaga, kepada era.id, Rabu (3/6/2020).
Gaga menjelaskan, kandungan susu dalam setiap susu kental manis hanya sedikit. Ia kemudian membacakan komposisi satu merek susu kental manis yang terdiri dari sukrosa, minyak nabati, susu, dan lain-lain.
“Ada susunya tapi sedikit sekali, proteinnya juga rendah hanya 1 gram. Jadi lebih banyak non-susunya dibandingkan susunya dengan kandungan gula yang banyak 19 gram, sukrosa 18 gram. Jadi banyakan gulanya daripada susunya, rendah sekali proteinnya,” katanya.
Gaga menyarankan, sebaiknya susu kental manis diganti dengan susu bubuk yang kandungan susunya lebih tinggi. Masalahnya harga susu bubuk akan lebih mahal. Alternatifnya, pemerintah bisa mengganti susu kental manis dengan sumber protein yang harganya sepadan, misalnya kacang-kacangan.
Bansos (Dok. Humas Jabar)
“Kalau ingin saran, berikan kacang hijau untuk dijadikan bubur kacang. Kacang hijau lebih bernutrisi mengandung protein, lemak. Kacang hijau bisa dimasak untuk anak yang sedang tumbuh kembang, itu lebih bergizi,” terangnya.
Selain kacang hijau, bisa juga susu kental manis diganti kacang tanah atau kacang-kacangan lainnya. Kacang yang diberikan sebaiknya yang kering agar bisa tahan lama dan mudah dalam pendistribusian. Gaga menegaskan, kacang kering tetap memiliki kandungan protein, bahkan kacang kering kandungan proteinnya bisa lebih padat dibandingkan kacang segar.
Alasan mengapa makanan instan dipilih karena mudah didapatkan pemerintah dan tersedia dalam jumlah yang banyak.
Sedangkan beras dinilai cukup mudah dalam pendistribusiannya mengingat bahan makanan pokok ini mudah dikemas dan tahan lama. Dalam beras terkandung karbohidrat yang bisa menjadi sumber energi. Beras juga mengandung protein meskipun kadarnya sedikit.
“Sekarang sumber protein yang mudah didistribusikan apa? Kan tidak mungkin membagikan ikan, telur yang mudah pecah atau busuk, daging juga mudah busuk juga,” katanya.
Maka, pilihan yang paling praktis akan jatuh pada makanan kaleng seperti sarden. Sarden bersifat tahan lama dan mudah dalam distribusi. Ada juga sumber protein makanan kaleng lainnya, yaitu kornet. Hanya saja harga kornet jauh lebih mahal dibandingkan sarden.
“Menurut saya di era COVID ini pemberian beras, mie instan, minyak goreng dan sarden itu cukup bisa diterima,” ucapnya.
Sementara itu Anggota komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah mengingatkan bahwa permasalahan COVID-19 bukan hanya terkait bahan makanan tapi juga nutrisi.
Oleh karena itu, penyertaan makanan instan dan SKM di dalam bantuan sembako untuk masyarakat terdampak COVID-19 semestinya bisa digantikan dengan bahan pangan lain yang lebih berkualitas.
“Paling ideal adalah pasti ada beras. Tapi kalau di daerah tersebut ada pangan lokal yang biasa dikonsumsi masyarakat, misalnya sagu, jagung, atau sorgum, itu bisa dimasukkan. Inilah yang disebut diversifikasi pangan. Pentingnya diversifikasi pangan ini juga untuk menyerap hasil-hasil dari daerah setempat, seperti ikan baik darat dan laut,” kata Luluk.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio juga ikut menyoroti isi paket bansos ke masyarakat ini. Dia sangat menyayangkan paket-paket bansos yang isinya masih banyak yang menyisipkan pangan instan termasuk susu kental manis atau krim kental manis dan mie instan.
“Jadi itu seharusnya tidak lagi dipakai untuk bansos. Apalagi SKM, itu kan masih dianggap sebagai susu yang bergizi bagi anak-anak oleh orang tua di kota-kota kecil terutama desa, padahal itu tidak baik bagi kesehatan mereka karena mengandung banyak gula,” katanya.