Pemerintah Harus Teliti Soal Zakat PNS

Your browser doesn’t support HTML5 audio
Jakarta, era.id - Rencana pemerintah memungut zakat dengan cara memotong gaji pegawai negeri sipil (PNS) muslim sebesar 2,5 persen setiap bulan harus dikaji secara komprehensif. Sebab, tidak semua muslim PNS memiliki kemampuan dan kelayakan.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan kategori layak dan mampu seseorang jika penghasilan sudah mencapai batas penghasilan pertahun (nisab).

"Nah, bila tidak mencapai nisab dia tidak wajib membayar zakat. Justru Ketika negara memotong gaji PNS sembarangan tanpa 'tebang pilih' mana yang mencapai nisab atau tidak, maka itu jelas perbuatan zalim terhadap PNS," kata dia dalam keterangan tertulisnya yang diterima era.id, Rabu (7/2/2018).

Beda halnya jika pemotongan gaji untuk sedekah. Sedekah merupakan aktivitas sukarela tanpa paksaan seperti halnya zakat.

Untuk itu, Dahnil berharap pemerintah mengkaji secara teliti rencana tersebut agar PNS yang tak wajib zakat tidak merasa diterbebani 

"Itu justru membuat negara berlaku zalim kepada karyawannya sendiri. Jadi, saran saya mekanismenya harus jelas dan hati-hati," tambahnya.

Berapa batas nisab?

Hitungan nisab bisa dilakukan per tahun maupun per bulan. Akan tetapi, para ulama banyak yang menyarankan agar dibayarkan setiap bulan. Terkait gaji PNS masuk dalam kategori zakat profesi.

Nisab Gaji yang diterima biasanya sepadan dengan nilai makanan pokok yang kita konsumsi, atau seringnya nisab zakat profesi disamakan dengan zakat pertanian, sekitar 520 Kg beras.

Jika misalnya beras yang biasa kita konsumsi harganya Rp8.200 atau Rp10.000, tergantung harga beras mana yang sering dikonsumsi oleh muzaki (orang yang membayar zakat). 

Cara menghitungnya yakni 520 Kg x Rp8.200 (harga beras per liter)= Rp4.264.000. Jika 520 Kg x Rp10.000 (harga beras per liter)= Rp5.200.000.

"Jadi bila penghasilannya dibawah 4.264.000 maka dia tidak wajib zakat," kata Dahnil.

Tag: jokowi