Adaptasi dan Inovasi Menjadi Kunci Industri Kreatif di Era New Normal

Bandung, era.id – Industri kreatif, khususnya produk-produk ramah lingkungan dan kesehatan, disebut sebagai kunci kebangkitan ekonomi di era normal baru. Perlu diketahui, pandemi COVID-19 telah meruntuhkan sendi-sendi kehidupan, salah satu sendi yang paling terpukul adalah ekonomi.

Dewan Pengarah Komite Ekonomi Kreatif dan Inovasi (Kreasi) Jawa Barat Dwinita Larasati bilang, pandemi COVID juga menuntut masyarakat untuk lebih bijak terhadap lingkungan maupun kesehatan.

Karena itulah produk-produk yang lahir dari industri kreatif nantinya perlu dikemas dengan kemasan ramah lingkungan. Hal ini akan menjadi nilai lebih sekaligus dipilih konsumen atau masyarakat.

Misalnya, makanan minuman praktis yang dikemas dalam bungkus yang ramah lingkungan, bukan justru dengan banyak kantung plastik seperti yang terjadi saat ini.

Produk lainnya yang berpotensi dikembangkan industri kreatid di masa new normal ialah barang-barang yang berkaitan dengan olahraga dan gaya hidup sehat, seperti alat-alat kesehatan dan kebugaran (fitness), perlengkapan olahraga (sepatu, pakaian, alat pelindung).

Selain itu perlengkapan kebersihan seperti sabun, kosmetik berbahan organik, dan obat-obatan herbal seperti jamu-jamuan juga akan banyak dicari orang. “Bahkan kue pun dapat dibuat dari bahan yang menyehatkan,” sebut Dwinita Larasati, di Bandung, baru-baru ini.

Menurut perempuan yang akrab disapa Tita yang juga Ketua Bandung Creatif City Forum (BCCF) ini, industri kreatif sendiri masih akan menjadi andalan di berbagai daerah yang masuk ke fase kenormalan baru atau Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) seperti di Jawa Barat.

Dalam fase tersebut, kata Tita, adaptasi dan inovasi menjadi kunci. Dua hal ini ada pada industri kreatif. Namun industri kreatif pun terdampak COVID-19. Banyak pertunjukan atau konser musik yang dibatalkan karena harus menghindari kerumunan orang. Seniman dan budayawan kehilangan pekerjaan, termasuk penata acara (event organizer) dan rumah produksi yang mengelola atau memproduksi industri kreatif.

Tetapi dengan sifatnya yang mengandalkan daya cipta, intelegensia manusia, dan kekayaan intelektual, maka industri kreatif justru menjadi sektor yang paling prospektif dan bahkan sangat mungkin dilakukan orang umum sekalipun.

Tita bilang, Jabar punya potensi sangat memadai untuk mengembangkan industri kreatif di era normal baru. Tinggal yang dibutuhkan adalah pemetaan potensi-potensi itu lalu menyalurkan dalam satu arus ekosistem sehingga hasilnya akan menuju perkembangan ekonomi kreatif. Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal ini.

“Enggak diapa-apain pun industri kreatif pasti akan maju. Apalagi kalau ada intervensi pemerintah dan kreativitas dari masyarakat itu sendiri,” ujar Tita.

Tita telah membuat daftar industri kreatif yang memiliki ceruk pasar besar dan relatif mungkin dilakukan masyarakat. Hal yang sudah terlihat dan jadi fenomena saat ini adalah peralihan industri fesyen dari produk konvensional seperti pakaian ke produksi masker dan alat pelindung diri (APD).

Sub sektor industri kreatif lainnya seperti fotografi, desain grafis, video wisata atau film – film yang menjual rasa kangen wisatawan terhadap suatu tempat yang pernah dikunjunginya. Lalu penggalangan dana melalui konser musik jarak jauh, juga cukup menjanjikan.

Penjualan secara daring (online) dan e-commerce pun akan sangat berkembang. “Ini juga masuk bagian industri kreatif, bagaimana dia men-delivered barang jualannya dengan cara tidak biasa,” jelas Tita.

Sejurus dengan itu beberapa jenis pekerjaan yang prospektif di era baru, seperti penjahit, fotografer, desainer grafis, ilustrator, penata letak (layouter), kamerawan, pelatih kebugaran privat, tenaga pemasar (marketing), pengembang laman internet dan aplikasi (web dan digital developer), dan sejenisnya.

 

Tag: new normal