FBI Mewanti-wanti Warga Amerika Serikat Soal Alat Rapid Test Palsu
Peringatan dari Badan Intelijen Pusat (FBI), yang diterbitkan pada Jumat, 26 Juni 2020, mengatakan para pelaku penipuan (scammers) mengiklankan alat palsu untuk tes antibodi COVID-19. Dari sini mereka bisa memperoleh informasi pribadi sebagai modal pencurian identitas atau pemalsuan asuransi medis.
"Para kriminal berusaha memanfaatkan pandemi COVID-19," kata Calvin A. Shivers, asisten direktur Divisi Investigasi Kriminal FBI. "Kami meminta setiap warga Amerika Serikat untuk tetap waspada agar tidak menjadi korban dalam perangkap ini.”
Para scammers beriklan secara online, lewat media sosial atau email, secara langsung, atau lewat telepon. Yang ditawarkan bisa salah satu dari tiga hal, yaitu klaim bahwa alat tes tersebut disetujui oleh otoritas Administrasi Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat, iklan tes gratis antibodi COVID-19 dan sejumlah imbalan uang bila mau menjalani tes.
FBI merekomendasikan alat tes dan pabrikan yang telah disetujui oleh FDA Amerika Serikat. Alat tes tersebut telah dievaluasi di dalam sebuah studi yang dijalankan Pusat Studi Kanker di Institut Kesehatan Nasional (NIH) Amerika Serikat atau oleh badan pemerintahan yang sudah dipilih oleh FDA.
Pihak FDA sendiri pada tanggal 20 Maret, 2020 sudah memberi peringatan agar konsumen di Amerika Serikat tidak tergiur membeli alat test antibodi Covid-19 yang tidak resmi. Stephen M. Hahn, M.D., Komisioner Obat dan Makanan FDA, menulis dalam rilis tersebut, "saat ini FDA belum menyetujui satu pun alat tes COVID-19 yang bisa dipakai di rumah." Alat tes pun terbatas digunakan di laboratorium yang telah ditunjuk oleh otoritas setempat.
Warga Amerika Serikat juga disarankan untuk menghubungi dokter pratama mereka sebelum menjalankan tes antibodi COVID-19. FBI juga mewanti-wanti, seperti ditulis New York Times, agar informasi pribadi dan kesehatan tidak dibagikan kepada siapa pun "yang tidak dikenal atau dipercaya oleh pekerja medis." Warga juga tidak disarankan mengecek tagihan medis dari klaim-klaim yang meragukan, dan perlu melaporkan klaim tersebut ke penyedia asuransi kesehatan.
Metode pemasaran abal-abal untuk menggali informasi pribadi yang sensitif bisa dilakukan para penipu dengan menelepon target dan memperkenalkan diri sebagai agen pemerintah yang meminta mereka menjalani tes antibodi COVID-19. Mereka juga menawarkan imbalan uang bagi yang bersedia.
Tujuan mereka adalah menemukan data pribadi, seperti nama, tanggal lahir, nomor Asuransi Sosial, dan asuransi kesehatan lainnya. Informasi ini kemudian bisa memuluskan upaya pencurian identitas dan pemalsuan asuransi medis.
Selama beberapa bulan terakhir, otoritas Amerika Serikat sering menerbitkan peringatan semacam ini. Rabu lalu, Komisi Perdagangan Pusat negara tersebut memperingatkan adanya sejumlah pelaku penipuan yang mengaku sebagai agen uji tracing. Sementara di awal Juni, otoritas Layanan Pendapatan Internal mengirim tanda kewaspadaan mengenai pemalsuan pembayaran stimulus pemerintah Amerika Serikat untuk meringankan dampak virus korona.
Pada bulan April, FBI menerbitkan peringatan serupa terkait alat tes COVID-19 dan penipuan yang mencoba menjual obat, perawatan, dan vaksin virus korona palsu. Petugas federal juga memperingatkan bahwa tidak ada kartu yang berfunsi sebagai pengganti kewajiban memakai masker.
Amerika Serikat, menurut basis data New York Times, melaporkan 49.932 kasus infeksi virus korona baru pada Rabu, 1 Juli. Angka ini masuk ke dalam tren kenaikan dalam delapan hari terakhir. Sehingga total terdapat 2,7 juta orang yang terinfeksi virus korona, yang 128 ribu di antaranya meninggal dunia.
Dari total infeksi virus korona di Amerika Serikat, negara bagian North Carolina, Tennessee, dan Texas mencapai rekor jumlah kasus harian. Negara bagian Texas sendiri mencatat lebih dari 8.000 kasus infeksi baru.