Banjir Bandang di Jepang, 34 Orang Tewas
Helikopter dan perahu karet diterjunkan menyelamatkan orang-orang yang tersudut di rumah mereka di daerah Komamoto. Lebih dari 40.000 pasukan keamanan, penjaga pantai, dan damkar turut ambil bagian dalam misi penyelamatan tersebut.
Sebelumnya, curah hujan hingga 100 milimeter per jam terjadi pada hari Sabtu, (4/7/2020) di Prefektur Kumamoto di bagian selatan Jepang.
Seperti dikutip dari kantor berita DW dan NPR, arus banjir melahap sebagian besar daerah aliran Sungai Kuma hingga menenggelamkan rumah dan gedung hingga ke atapnya. Tanah longsor juga menghantam rumah-rumah penduduk. Mereka yang sempat menyelamatkan diri berada di atas atap rumah, meminta tolong pada tim penyelamat.
Di sebuah panti jompo di Desa Kuma, 14 warga dilaporkan tewas setelah regu tim penyelamat sampai ke gedung tersebut pada hari Sabtu lalu. Sementara itu di sebuah panti jompo di daerah Senjuen, 65 penghuni panti jompo dan 30 perawat tertawan di kompleks bangunan saat arus banjir beserta lumpur masuk ke gedung. Semua penghuni panti jompo yang masih bertahan, termasuk tiga orang yang menderita hipotermia, berhasil dievakuasi ke rumah sakit pada Minggu siang kemarin.
Shigemitsu Sakoda, pekerja di sebuah perusahaan rafting yang bergabung ke regu penyelamat, mengatakan bahwa genangan banjir masih menutupi lanti pertama gedung saat mereka sampai ke lokasi banjir. “Kami memecahkan kaca jendela dengan palu agar kami bisa masuk,” katanya ke salah seorang penyiar radio NHK. Pasukan tentara naik ke atas atap untuk menyelamatkan mereka yang masih bisa menyelamatkan diri sebelum banjir menghantam gedung tersebut, kata dia kemudian.
“Sayangnya, ada beberapa penghuni yang tak sempat menyelamatkan diri ke lanta dua,” kata Sakoda.
Setidaknya, 18 orang dikabarkan meninggal dunia, sementara 16 lainnya, termasuk mereka yang berada di panti jompo, dikabarkan hilang. Empat belas orang masih dalam pencarian pada Minggu siang kemarin. Puluhan orang masih tersekap di dalam area sempit, kata Agen Kebakaran dan Mitigasi Bencana setempat.
Lebih dari 200.000 warga Kumamoto didesak untuk segera mengevakuasi diri sesaat setelah hujan sangat lebat terjadi sejak Jumat malam hingga hari Sabtu. Namun, evakuasi tersebut tidak bersifat wajib, dan banyak orang masih memilih untuk tinggal di rumah karena khawatir akan tertular virus korona, meski shelter yang disiapkan pemerintah setempat sudah dilengkapi dengan partisi dan peralatan keamanan lainnya.
Banjir juga memutus aliran listrik dan komunikasi, membuat proses pencarian dan penyelamatan terganggu. Setidaknya listrik di 6.000 rumah di prefektur Kumamoto masih belum menyala pada hari Minggu kemarin, sesuai laporan Kyushu Electric Power co.