Pencalonan Gibran dan Anak Pramono Anung 'Gejala' Oligarki dan Dinasti Politik
ERA.id - Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan putra Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Hanindhito Himawan Pramono resmi 'mengantongi' rekomendasi dari DPP PDIP untuk maju sebagai calon Wali Kota Solo dan calon Bupati Kediri pada 17 Juli lalu. Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menilai pencalonan dua anak senior PDIP sekaligus petinggi negara ini sebagai gejala menguatnya oligarki dan dinasti politik.
"Munculnya nama Gibran dan anak Pramono Anung ini merupakan gejala menguat dan terkonsolidasinya oligarki dan dinasti politik," ujar Ujang saat dihubungi, Senin (20/7/2020).
Menurut Ujang, PDIP semestinya memunculkan kader-kader internal terbaik yang sudah lama berjuang untuk menjadi kepala daerah. Bukan orang baru yang tidak pernah mulai dari bawah. Kasus Gibran dan Hanindhito, kata Ujang, menandakan partai politik belum siap melahirkan calon kepala daerah hasil kaderisasi internal partainya.
"Partai belum siap dan gagal dalam melahirkan calon-calon pemimpin daerah dan nasional yang lahir dan proses kaderisasi internal partai yang baik," kata Ujang.
Baca juga: Gibran Rakabuming Janjikan Kemenangan Pilkada 2020 di Kota Solo
Ujang juga menyayangkan sikap Jokowi yang dikabarkan menawarkan posisi strategis untuk Wakil Walikota Solo Achmad Purnomo sebagai kompensasi atas rekomendasi Gibran. Dia mengatakan, meskipun barter politik adalah hal lumrah, namun tak bagus dilakukan. Apalagi dilakukan kepala negara. Hal ini, kata Ujang, hanya makin membuat wajah politik saat ini makin tak karuan.
"Menggusur orang dengan kasar, lalu orang itu diberi kompensasi, ini bukan demokrasi yang terkonsolidasi dengan baik. Tapi oligarki dan dinasti politik yang menguat," tegasnya.
Sebelumnya, nama Gibran dan Hanindhito masuk ke dalam rekomendasi pasangan calon kepala daerah yang diusung langsung PDIP. Gibran sendiri berhasil menggeser senior partai PDIP Achmad Purnomo di bursa nama calon Wali Kota Solo di Pilkada 2020. Sebagai gantinya, kata Purnomo, Jokowi sempat menawarkan jabatan strategis setelah tak mendapatkan rekomendasi dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.