Belajar Kebudayaan Tionghoa dari Benteng Heritage

This browser does not support the video element.

Jakarta, era.id – Bila sedang menjelajah Pasar Lama Tangerang, pasti tidak asing saat bertemu banyak pernak-pernik dan bangunan khas Tionghoa. Salah satu yang menarik mata yaitu bangunan peninggalan orang Tionghoa sekitar abad 17 yang direstorasi menjadi Museum Benteng Heritage.

Meskipun direstorasi, bentuk dan bahan bangunan asli dalam rumah tersebut tetap di pertahankan, seperti dinding, pintu, jendela, lantai hingga tangga selain itu dekorasi seperti relief khas Tionghoa ditambahkan guna mengentalkan aura budaya Tionghoa bagi pengunjung.

Menurut Udaya Halim, pendiri museum, tujuan didirikan Museum Benteng Heritage karena kecintaannya akan pendidikan, budaya, dan sejarah. Terlebih dia adalah seorang keturunan Tionghoa, hingga tak heran bila terdapat keinginan melestarikan dan meluruskan persepsi yang salah di mata masyarakat mengenai orang Tionghoa.

“Karena seringkali orang Tionghoa di Indonesia ini dianggap sebagai pendatang, padahal jika melihat sejarahnya orang Tionghoa di sini telah lama membumi sejak 1407, sebelum orang-orang Eropa datang. orang Tionghoa sudah banyak melakukan kontribusi mulai dari produksi gula, tebu, hingga teknologi pertanian," ujar dia. 

Menurut Udaya, banyak momentum bersejarah yang melibatkan orang Tionghoa, yakni sumpah pemuda, ada empat orang Tionghoa turut ikut. Selain itu, kata Udaya, perekam lagu Indonesia Raya untuk pertama kali juga orang Tionghoa.

"Namun sayangnya, banyak sekali kontribusi orang Tionghoa ditutupi. Padahal kita ini satu, orang Tionghoa juga orang Indonesia. Jadi, saling menghargai itu kuncinya jika ingin menjadikan Indonesia maju karena Indonesia ini sangat luar biasa kaya” ucap Udaya.

Diresmikan pada 11 November 2011 pukul 20.11 dan berlokasi di Jalan Cilame No 20, Sukasari, Tangerang. Museum Benteng Heritage akan mengundang rasa penasaran semua orang yang pertama kali melihatnya. Tampak dari depan, wisatawan akan disambut ornamen khas Tionghoa yang mayoritas berwarna merah, hitam, dan kuning keemasan.

Di lantai pertama kita akan melihat sebuah barongsai naga, lukisan dan foto-foto orang Tionghoa di sekitar Tangerang pada masa lampau, beberapa barang yang umum terdapat dalam rumah bertema Tionghoa seperti meja, kursi dan laci serta piagam-piagam penghargaan yang diberikan kepada museum Benteng Heritage. Pada lantai pertama ini memang dikhususkan sebagai tempat berkumpul santai dan penjualan suvenir.

Berbeda dengan lantai pertama, jika menaiki lantai kedua kita pasti akan terpukau dengan barang-barang antik khas Tionghoa dan berbagai artefak sejarah Tionghoa yang diletakkan di dalam etalase maupun di atas meja. Mulai dari patung para dewa, pecahan keramik, timah, dan kerang yang ditemukan saat melakukan penggalian untuk mengecek fondasi museum, aksesori yang digunakan saat pernikahan orang Tionghoa dari atas kepala sampai kaki hingga permainan masa lampau yang seringkali dimainkan oleh orang Tionghoa kala itu.

Salah satu yang menarik adalah kala Robby yang merupakan pengurus museum di sana, menceritakan mengenai kisah sepatu yang digunakan anak perempuan Tionghoa. Sepatu-sepatu yang berada dalam etalase tersebut memiliki bentuk dan warna yang berbeda untuk membedakan strata sosial seseorang.

Semakin kecil maka starata sosialnya semakin tinggi, sebaliknya jika semakin lebar maka semakin rendah strata sosialnya. Bagian terakhir yang dapat memukau dan berharga dalam museum Benteng Heritage yakni relief di bagian atas ruangan yang merupakan penggalan cerita dari Three Kingdom. Relief itu sendiri diperkirakan berasal dari abad ke-18.

Tag: imlek