Alasan Sertifikasi Penceramah dari Kementerian Agama Dianggap Diskriminatif

ERA.id - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta Kementerian Agama tak memberi kado buruk pada umat Islam dengan rencana menerapkan sertifikasi penceramah hanya untuk umat Islam. Hal ini dianggap tidak adil dan diskriminatif.

"Umat yang sangat berjasa dalam menyelamatkan keutuhan RI dengan memberikan pengorbanan dan hadiah dengan bersedia memenuhi tuntutan merubah sila 1 Pancasila menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Hidayat pada wartawan, Rabu (19/8/2020).

Menurut HNW, jika sertifikasi diadakan, penerapannya harusnya ditujukan untuk penceramah dari semua Agama, agar ada keadilan, tidak saling mencurigai, dan prinsip beragama yang moderat, toleran, inklusif itu betul-betul menjadi komitmen bagi semua penceramah dari semua agama.

"Menteri Agama jangan diskriminatif terhadap umat Islam, dan harus berlaku adil sesuai sila ke-2 dan ke-5 Pancasila. Bila program sertifikasi itu akan dilaksanakan juga, haruslah profesional, amanah, adil, tidak diskriminatif, apalagi dengan politisasi juga," kata HNW.

Ia menambahkan program pemerintah seharusnya ditujukan untuk semua warga negara dan penceramah semua agama secara adil dan amanah. Apalagi Menteri Agama pernah menyatakan dirinya bukan Menteri Agama Islam, melainkan Menteri semua agama.

Selain itu, ia juga mengkhawatirkan kebijakan ini justru malah bisa menjadi tidak moderat dan tidak toleran juga. 

"Lebih baik hadirkan keteladanan soal toleransi dan moderasi antara lain dengan kebijakan-kebijakan, juga dengan membuka ruang dialog, jika tujuannya memang ingin cegah radikalisme dan hadirkan ceramah/penceramah agama yang moderat, toleran dan tidak radikal," kata HNW.

Kalaupun program tersebut hendak diterapkan, maka ia meminta harusnya diberlakukan kepada juru dakwah dari semua agama. Seleksinya dilakukan secara transparan, menggunakan ukuran-ukuran yang dibenarkan oleh ajaran masing-masing agama, serta ketentuan hukum yang berlaku di NKRI. 

HNW mengaku heran, Kemenag ngotot dengan program sertifikasi penceramah. Pasalnya, program ini sejatinya tidak ada dalam janji lampanye Presiden Jokowi.

"Juga tidak menjadi Kegiatan Prioritas Rencana Kerja Pemerintah/Kemenag 2020 sebagaimana yang sudah disampaikan ke DPR baik pada akhir 2019 maupun pada April 2020 setelah refocussing kegiatan akibat COVID-19," kata HNW. 

Dirinya justru khawatir program yang diskriminatif ini bisa menimbulkan kecurigaan kepada Pemerintah, saling curiga dikalangan penyebar agama-agama, juga meresahkan kalangan da’i Islam. Apalagi bila program itu bisa ditunggangi/digunakan untuk menyulitkan da'i dan Umat Islam. 

"Padahal mereka dahulu justru sangat berjasa untuk perjuangkan kemerdekaan RI sekalipun dituduh sebagai kelompok radikal oleh penjajah Belanda. Umat Islam bahkan sangat toleran, memenuhi tuntutan kalangan minoritas, dengan persetujuan mengubah sila ke-1 menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa," kata HNW.

Dalam momentum peringati HUT Kemerdekaan RI ke-75 dan menyambut tahun baru Islam 1442 H, Ia menyayangkan Menag tidak memberikan kebijakan yang menenteramkan sebagai salah satu terapi atasi COVID-19.

"Menteri Agama malah akan membalas hadiah dan pengorbanan umat Islam dulu itu, dengan akan memberikan 'hadiah' yang justru  meresahkan, karena program sertifikasi yang sudah diumumkan itu diskriminatif dan tidak adil, sekalipun dengan dalih untuk cegah radikalisme, intoleransi, tetapi hanya diwacanakan pemberlakuannya bagu penyebar/da’i Muslim, apalagi bila itu juga dilakukan dengan cara-cara yang intoleran dan diskriminatif," tegasnya.