KSP: Bayaran Influencer Sesuai Budget Narasumber Biasa
ERA.id - Deputi V Kantor Staf Presiden Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM Jaleswari Pramodhawardani meluruskan isu yang menyebut pemerintah menggunakan jasa buzzer dan influencer untuk menyampaikan program-program pemerintah. Dia mengatakan isu tersebut salah kaprah.
"Saya ingin menyampaikan isu tentang influencer dan buzzer ini naik ke media dan membuat kita salah kaprah untuk melihat ini," ujar Jaleswari saat rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip Jumat(4/9/2020).
Jaleswari menegaskan, tak pernah menggunakan buzzer atau pendengung untuk menyampaikan prorgam-program pemerintah. Namun hanya menggunakan jasa influencer.
"Untuk buzzer ini sama sekali tidak menggunakan. Tidak menggunakan buzzer," tegasnya.
Menurutnya, buzzer dan influencer itu dua hal yang berbeda. Buzzer dimaknai sebagai pendengung yang ikut-ikutan mendengungkan isu yang sudah ada, bukan hal yang baru dan berdasarkan pesanan. Sementara influencer adalah orang atau tokoh yang memiliki ribuan hingga jutaan pengikut di media sosial
"(Buzzer) bukan siapa-siapa dan anonim, dan dia bergerak berdasarkan pesanan," katanya.
Lebih lanjut, Jaleswari mengakui jika memang menggunakan jasa influencer. Namun para influencer ini juga dipilih berdasarkan kecakapan untuk berdiskusi dengan KSP dalam isu-isu strategis. Salah satu contohnya adalah ekonom senior UI Faisal Basri yang diklaim beberapa kali diajak untuk berdiskusi mengenai masalah ekonomi oleh KSP.
"Kami perlu mendapatkan masukan-masukan terkait ekonomi dan sekaligus dalam percakapan, dalam diskusi itu kami juga menyampaikan program-program atau kebijakan-kebijakan presiden yang kemudian sesekali beliau menuliskan di twitternya," katanya.
Sedangkan untuk tarif, Jaleswari mengaku KSP tidak menyediakan bayaran besar untuk setiap influencer yang berkicau di akun Twitter pribadi mereka mengenai diskusi program-program pemerintah.
Bayaran yang diberikan setara dengan mengundang narasumber dalam acara diskusi atau seminar. Terlebih, kata Jaleswari, KSP tak punya anggaran besar jika harus membayar influencer dengan harga mahal.
"Pembayaran yang diberikan sesuai budget narasumber biasa. Kami menggunakan prinsip-prinsip transparan dan akuntabel sembari tidak melunturkan sikap pemerintah bahwa boleh kita berbeda pendapat."
"Artinya kalau influencer dipanggil pemerintah, lebih kepada (menjadi) karakter narasumber, bukan untuk seperti yang disampaikan ke media, bahwa kita meng-hire influencer dan buzzer," pungkasnya.