1 dari 4 Wanita di China Rentan Babak Belur Akibat Menikah
ERA.id - Video CCTV sebuah butik di China menunjukkan bagaimana seorang perempuan dipukul dan ditampar suaminya. Ia bahkan harus menyelamatkan diri dengan cara loncat dari lantai 2 gedung tersebut. Namun, semua itu ternyata belum cukup membuktikan bahwa ia menjadi korban KDRT dan berhak meminta perceraian.
Kejadian itu dialami oleh Liu Zengyan, pemilik sebuah butik di kota Shanqiu di China, pada tahun lalu. Rekaman CCTV dengan jelas menunjukkan tingkah kasar suaminya, Dou Jiahao, dan bagaimana ia jatuh dari lantai dua butiknya.
Liu menderita patah tulang pinggul, dada, dan rongga mata. Anggota badannya pun sempat mengalami kelumpuhan. Namun, ketika ia merasa bahwa bercerai dengan suaminya adalah jalan untuk menghindari kekerasan, Liu justru dihalang-halangi oleh sistem pengadilan di China.
Laporan ini pertama kali dipublkasikan oleh koran the New York Times. Di situ, Liu (24) mengaku menikahi Dou (23) pada tahun 2017. Seperti jamak ditemui, awalnya semua terjadi seperti diharapkan. Namun, suatu saat Dou kalah judi dan rugi hingga Rp106,7 juta, dan sesampainya di rumah ia langsung menjadikan istrinya 'sansak' hidup.
Sempat pergi dari rumah, Liu dibujuk suaminya untuk pulang, dan ia pun menerima permintaan maaf suaminya. Hanya saja, setahun kemudian, pada 2019, suaminya mulai lebih sering berada di luar rumah semalaman untuk main kartu dan melakukan kekerasan secara lebih intens.
Liu merasa semua hal yang dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) - yaitu, mencekik pasangan ketika adu mulut, menginginkan pasangannya mati, atau mengancam akan membunuh anggota keluarganya - sudah pernah dilakukan suaminya. Dan kulminasinya adalah pada bulan Agustus 2019, ketika Liu berkelahi dengan suaminya di lantai dua butik miliknya.
"Anda lihat sendiri, bagaimana ia hampir berubah menjadi seorang psikopat," kata Liu, mengenai temperamen suaminya yang terekam dalam video CCTV. "Ia memukul orang untuk melampiaskan hasratnya bebruat kekerasan."
Sayangnya, sistem peradilan dan pandangan sosial di China menghindarkan Liu untuk mendapatkan status perceraian yang ia butuhkan, bahkan ketika sang suami sudah mendekam di penjara. Ketika Liu minta cerai dengan suaminya di pengadilan Zhecheng County di Provinsi Henan, di ruang sidang ia masih disarankan untuk berdamai dengan sang suami.
Menurut survei tahun 2011 dari All-China Women's Federation, satu dari empat perempuan di China menjadi korban kekerasan fisik atau verbal. Meski China sudah menerapkan undang-undang anti KDRT pada tahun 2016, sanksi yang diberikan biasanya masih terlalu ringan.
Bahkan, perceraian pun dipersulit dengan aturan pemerintah yang mengharuskan suatu pasangan memberi waktu 30 hari "pendinginan" sebelum memutuskan benar-benar bercerai. Hal ini diciptakan para pembuat kebijakan China yang khawatir dengan angka perceraian yang tinggi. Ada pula pandangan bahwa perceraian itu berlawanan dengan nilai harmoni dan kerukunan. Namun, aktivis perempuan mengatakan bahwa peraturan ini justru membuat perempuan terperangkap dalam hubungan rumah tangga yang dipenuhi tindak kekerasan.
Dalam kasus persidangannya, Liu lantas mengunggah video CCTV miliknya ke media sosial WeChat yang sangat populer di China. Dalam waktu singkat ribuan warganet di Negeri Tiongkok menyuarakan permasalahan Liu. Banyak media yang kemudian juga mewawancarainya.
Trik ini pun berhasil. Pada 28 Juli 2020 lalu, atau tiga pekan setelah video CCTV Liu viral di media sosial, perceraian yang ia ajukan disetujui oleh pengadilan.
"Saya sangat bahagia, kata Liu, yang saat ini berencana kembali membuka butiknya. "Akhirnya, saya mendapatkan yang saya inginkan."