Diskresi Berujung Kontroversi di Tanah Abang

Jakarta, era.id - Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menutup ruas Jalan Jati Baru Raya berbuntut panjang. Lantaran diskresinya yang dinilai bertentangan dengan Undang-undang (UU), Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dilaporkan ke polisi.

Laporan bernomor LP/995/II/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus itu diajukan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Indonesia Cyber, Jack Boyd Lapian. Jack yakin diskresi Anies menutup Jalan Jati Baru Raya dan mengalihkan fungsinya sebagai lapak dagang PKL melanggar Pasal 12 Undang-undang (UU) Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Atas pelanggaran itu, Anies diancam pidana 18 bulan subsider denda Rp1,5 miliar.

Pasal 12 Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan berbunyi, "setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan, dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan, dan dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang pengawasan jalan."

Selain itu, beberapa ketentuan pun disebut-sebut dilanggar oleh Anies. Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi, "Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan dan/atau gangguan fungsi jalan" misalnya.

Dan sejumlah tudingan pelanggaran lain seperti Pasal 25 Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 112 Tahun 2007.

"Bahkan mengarah kepada dugaan tindak pidana. Pemprov DKI merealisasikan penutupan jalan di depan Stasiun Tanah Abang untuk memberikan kebebasan bagi PKL untuk berjualan di satu dari dua ruas jalan sepanjang jalan," ungkap Jack melalui pernyataan tertulis, Jumat (23/2).

Jack menilai penutupan Jalan Jatibaru Raya meleset dari tujuan awal untuk menata kawasan Tanah Abang dan memisahkan pejalan kaki dengan pedagang kaki lima. Parahnya, berdasar pengamatan Cyber Indonesia, kebijakan Anies tak menyelesaikan permasalahan trotoar di Tanah Abang.

Trotoar tetap tak steril, dan kebijakan tersebut juga dianggap menyulitkan jasa ekspedisi, angkutan umum, bahkan merugikan pedagang lain di Blok G Tanah Abang. Pedagang yang sejatinya mematuhi ketentuan dengan berjualan di lapak yang seharusnya.

Terkait laporan yang ditujukan padanya, Anies tak banyak berkomentar. Pun ketika ditemui sejumlah wartawan beberapa waktu lalu. Anies, kala itu hanya menjawab "Tidak ada (tanggapan)."

Benturan di DPRD

Laporan terhadap Anies turut memicu benturan di DPRD. Anggota DPRD Fraksi PDIP, Gembong Warsono mengatakan, Anies telah gagal menjalankan prinsip pembangunan berkesinambungan dengan mengalihkan fungsi Jalan Jati Baru Raya.

Menurut Gembong, penataan wilayah Tanah Abang merupakan peninggalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.

"Itukan kan ikon Pak Jokowi, maka gubenur selanjutnya perlu melanjutkan itu, bukan memporak-porandakan begitu. Enggak usah bersikukuh dengan kebijakan yang salah. Dan jangan salah, pembangunan itu perlu ada kesinambungan," ucap Gembong.

Gembong juga menyebut langkah Jack sebagai tanda terbangunnya kesadaran hukum di tengah masyarakat. "Ya bagus lah itu. Masyarakat merasa dirugikan atas kebijakan Gubernur itu, maka masyarakat melaporkan Gubenur ke Polda Metro Jaya. Itu kan bentuk pengawasan," katanya.

Berbeda dengan Gembong, Wakil Ketua DPRD Jakarta, Muhammad Taufik justru menyebut Jack sebagai golongan masyarakat 'gagal move on'. Selain itu, Taufik mencium adanya aroma politis dibalik pelaporan Anies. Menurut Taufik, pelapor seharusnya tidak hanya memperkarakan Anies atas penutupan jalan, tapi juga Kedutaan Besa Inggris. 

"Biasa aja itu, pasti banyak yang ngelaporin, masih banyak yang belum move on," ujar Taufik. 

Kacamata hukum

Sementara itu, pengamat Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin, Margarito Kamis menyebut pelaporan Anies adalah langkah maju masyarakat.

Kata Margarito, masyarakat sekarang mulai memahami jalur-jalur yang harus diambil untuk memprotes kebijakan yang dibuat penguasa. Bahwa selain jalanan, konstitusi juga membuka jalan lewat peradilan.

"Tidak ada yang heboh-heboh amat, biasa saja. Malah itu bagus, daripada mereka ribut di jalan-jalan, (lebih baik) mereka berperkara di pengadilan kan bagus. Bagus saja, tidak ada yang perlu ini (dihebohkan)," kata Margarito.

Melengkapi pandangan soal pelaporan Anies ini, pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengungkap, kebijakan Anies jelas cacat hukum dan sosiologis. Menurutnya, diskresi Anies bukan hanya melanggar UU, namun juga merugikan masyarakat.

"Adanya gugatan itu mencerminkan kebijakan Tanah Abang bermasalah yang tidak saja secara hukum tetapi juga bermasalah secara sosiologis," kata Trubus. 

Tak hanya itu, Trubus melihat ada kepentingan politik di balik alih fungsi Jalan Jati Baru Raya. Dan ucapan Anies atau Sandi soal keberpihakan mereka terhadap PKL Tanah Abang, dikatakan Trubus hanya dalih keduanya.

"Kebijakan penataan Tanah Abang tidak murni untuk kepentingan wong cilik, tapi lebih kepada kepentingan kroni-kroni pendukungnya (Anies-Sandi)," kata Trubus.

Trubus sejatinya melihat ada sejumlah hal positif yang dapat diambil dari kebijakan Anies. Namun, tidak matangnya perencanaan malah menyebabkan kebijakan ini jadi tak produktif. "Tetapi sesungguhnya Anies dan Sandi telah bunuh diri dengan menelan pil pahit atas kebijakan yang tidak matang," kata Trubus.

(Infografis: Yuswandi/era,id)

Tag: tanah abang kepemimpinan anies-sandi