Demokrat Persilakan JK jadi Cawapres
This browser does not support the video element.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf menganggap, wacana itu boleh saja. Asalkan tidak melanggar konstitusi yang ada.
"Demokrat tentu melihat sesuatunya sesuai dengan konstitusi. Kalau memang itu tidak melanggar konstitusi dan dibolehkan atau ada amandemen atau sebagainya ya kami dengan senang hati, yang penting sebetulnya kan untuk mayarakat yang harus lebih sejahtera," ucap Nurhayati di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Meski pria kelahiran 15 Mei 1942 ini dinilai sudah terlalu sepuh, Nurhayati mengatakan itu tidak jadi soal. Sebab, ada tes kesehatan sebagai persyaratan menjadi cawapres.
"Kan nanti juga ada tes kesaahatan kita doakan semua yang mau nyapres dan cawapres itu semuanya sehat, kita yakin masyarakat yang akan menentukan," tuturnya.
Nurhayati melihat, di era kepemimpinan Jokowi-JK selama 4 tahun ini, masih ada yang perlu diperbaiki ketika Jokowi-JK maju lagi pada pemilu tahun depan.
Untuk itu, Nurhayati meminta hal yang harus dibenahi pada kepemimpinan Jokowi-JK ke depan adalah terkait dengan penegakan hukum.
"Kami menginginkan proses demokrasi berjalan dengan baik dan kami yakin Pak Jokowi dan Pak JK juga akan memelihara demokrasi dan proses penegakan hukum yang berkeadiln, itu yang menjadi pilar demokrasi," punglasnya.
Sebelumnya usulan Kalla jadi cawapres muncul dari berbagai kalangan. Salah satunya adalah Ketua DPR Bambang Soesatyo. Bambang bilang, Jokowi-JK adalah pasangan ideal untuk 2019-2024. Namun, menurutnya, kalau JK jadi wakil presiden lagi, itu akan berbenturan dengan undang-undang.
"Menurut kami yang tertinggi berdasarkan survei memang masih Pak JK. Cuma memang sekarang sedang dikaji apakah aturan kita atau UUD kita memperbolehkan wapres itu lebih dari dua kali," kata Bambang di Kompleks Parlemen.