PTUN Putuskan Jaksa Agung Melawan Hukum Soal Peristiwa HAM Semanggi
ERA.id - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan Jaksa Agung ST Burhanuddin melakukan perbuatan melawan hukum soal ucapannya yang menyinggung Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II. Dengan demikian PTUN mengabulkan gugatan dari keluarga korban pelanggaran HAM tragedi 1998.
"Menyatakan tindakan pemerintah berupa penyampaian tergugat dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dengan Jaksa Agung pada tanggal 16 Januari 2020 adalah perbuatan melawan hukum oleh Badan dan/atau pejabat pemerintahan," bunyi amar putusan poin kedua oleh hakim PTUN yang didapatkan Era.id, Rabu (4/11/2020).
Atas putusan tersbut, hakim PTUN mewajibkan tergugat untuk membuat pernyataan terkait dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan Semanggi II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI berikutnya, sepanjang belum ada putusan/keputusan yang menyatakan sebaliknya.
"Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.285.000,- (dua ratus delapan puluh lima ribu rupiah)," bunyi amar putusan poin keempat.
Sebelumnya, saat Jaksa Agung ST Burhanuddin mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI, dia menyatakan bahwa peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.
"Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," ujar Burhanuddin pada 16 Januari lalu.
Pernyataan itu, kemudian digugat oleh Keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II ke PTUN Jakarta pada Selasa (12/5), salah satunya Maria Katarina Sumarsih, ibu BR Norma Irmawan, korban penembakan Tragedi Semanggi, 13 November 1998.