OPINI: Bidenomics dan Globalisasi
Oleh: Christanto R. (Mahasiswa Pasca Sarjana Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia dan Peneliti di Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan)
Pemilihan umum Presiden di Amerika Serikat yang digelar pada 3 November 2020 telah dimenangkan Joe Biden setelah meraih 290 suara elektoral dan menjadikannya sebagai Presiden Amerika Serikat ke 46.
Harapan untuk pemulihan ekonomi negara Paman Sam maupun ekonomi global semakin menguat. Pasca pemilihan umum, para pelaku pasar finansial di AS maupun pasar global menyambut positif kemenangan Biden karena menjadi angin segar terhadap kepastian mengenai kondisi politik di AS.
Sebelumnya, Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump lebih mengutamakan kepentingan domestik dibanding kepentingan global dengan agenda “America First”. Trump dengan paham proteksionisme telah menunjukkan sikap anti-globalisme dengan menarik diri dari multilateralisme dan lembaga multilateral, Organisasi Perdagangan Dunia, Organisasi Kesehatan Dunia, UNESCO, NATO, perjanjian Internasional tentang perubahan iklim dan kerja sama ekonomi, begitu pula perang dagang dengan Tiongkok.
Fokus utama Trump adalah bagaimana Amerika mendapat manfaat dari perdagangan dunia. Namun hasilnya adalah perang perdagangan yang sengit dengan China, ketika dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia memberlakukan bea masuk terhadap barang-barang satu sama lain.
Melansir tulisan David Jeffrey Frum, seorang komentator politik Kanada-Amerika dan mantan penulis pidato untuk Presiden George W. Bush, berjudul What if Donald Trump wins again?, ia menilai kinerja Donald Trump pada periode pertama sebagai Presiden yang malas, mudah tertipu, sombong dan sering menyimpang dari aturan.
David Frum juga mengatakan jika Trump terpilih lagi pada periode kedua maka keadaan akan lebih buruk lagi. Kemungkinan kebijakan yang dirilis Trump akan banyak dilakukan untuk mempertahankan kedaulatan AS, khususnya terhadap negara Tiongkok. Isu perang dagang dengan Tiongkok tampak semakin nyata.
Presiden Trump dalam kampanye pemilihan yang lalu tampak tetap berkeras mengadopsi tiga kebijakan besar untuk menekan Tiongkok melalui beberapa paket kebijakan.
Pertama, pemotongan pajak perusahaan besar untuk mendorong pertumbuhan AS. Kedua, menetapkan tarif dan tindakan anti-perdagangan lainnya untuk merugikan pertumbuhan bisnis Tiongkok. Ketiga, peningkatan anggaran belanja militer AS untuk mencegah agresi dari negara Tiongkok.
Dalam periode pemerintahan Trump, kebijakan pemotongan pajak besar dinilai gagal memberikan hasil yang signifikan. Kebijakan pemotongan pajak bagi perusahaan gagal mendorong pertumbuhan ekonomi AS dari tahun 2017 ke 2019 dimana pada tahun 2018, ekonomi AS tumbuh 2,9 persen dan pada 2019 pertumbuhan ekonomi AS hanya sebesar 2,3 persen.
Hal tersebut menunjukkan kinerja yang kurang baik dari pemerintahan Trump dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian, bahkan jika dibandingkan dengan di masa kepemimpinan Barrack Obama, khususnya di tahun 2009, 2011 dan 2014.
Perang perdagangan dengan Tiongkok menjadi bumerang bagi Amerika Serikat. Pertumbuhan Tiongkok memang melambat pada 2018 dan 2019 namun masih dua kali lipat dari AS. Sementara itu, langkah-langkah anti-perdagangan Amerika merugikan ekonomi pertanian AS dan menjadi alasan utama perlambatan pada 2019 dibandingkan dengan 2018.
Arah Kebijakan Ekonomi Joe Biden
Kemenangan Joe Biden akan menjadi harapan baru perubahan peta perekonomian dunia dengan semangat globalisasi dan kerja sama ekonomi multilateral. Salah satunya adalah perang dagang dengan negara Tiongkok yang berlangsung selama kepemimpinan Donald Trump.
Kepemimpinan Biden diprediksi akan menurunkan tensi perang dagang antara Amerika dan Tiongkok. Kondisi tersebut tentunya dapat menstimulus nilai komoditas global secara umum dan menjaga pasar keuangan global tetap stabil.
Di sisi lain, media pemerintah China, Global Times juga mengungkapkan nada optimisme atas hubungan AS dengan China setelah kemenangan Joe Biden dalam Pilpres Amerika Serikat (AS).
Global Times mengatakan hubungan AS dan China dapat dipulihkan kembali dan dapat dimulai kembali dengan perdagangan. Selain itu, terpilihnya Biden dapat menghidupkan kembali pembicaraan perdagangan yang sangat penting untuk memulihkan beberapa pemahaman dan kepercayaan antara China dengan AS.
Dilaporkan The Sydney Morning Herald, Biden adalah seorang multilateralis dan globalis. Ia diharapkan akan memulihkan hubungan AS dengan berbagai negara. Daftar prioritas Biden meliputi perbaikan hubungan yang tidak harmonis dengan sekutu, terutama NATO serta bergabung kembali dengan aliansi global lainnya.
Bila Trump mengebiri World Trade Organization (WTO), Biden diharapkan dapat mencoba memperbaharuinya. Selanjutnya Biden akan membawa kembali AS ke dalam Kemitraan Trans-Pasifik atau Trans-Pacific Partnership (TPP), kesepakatan perdagangan antara 12 negara yang disetujui oleh Presiden Obama. Selain itu Joe Biden akan menjadikan "perang terhadap perubahan iklim" sebagai prioritas serta bergabung kembali dengan Perjanjian Iklim Paris, yang merupakan salah satu kesepakatan internasional yang dikesampingkan Donald Trump.
Penanggulangan pemanasan global dianggap Trump sebagai ancaman bagi ekonomi. Trump telah mempromosikan bahan bakar fosil dan membatalkan sejumlah perlindungan lingkungan dan peraturan iklim.
Sementara, Biden mempromosikan rencana ambisius senilai US$2 triliun untuk mencapai tujuan Perjanjian Iklim Paris dalam mengurangi emisi. Biden mengklaim akan melakukan ini dengan membangun ekonomi energi bersih, menciptakan jutaan pekerjaan dalam prosesnya. Selain itu Biden mendukung gagasan tarif lain, dia berencana mengenakan biaya tambahan kepada negara-negara yang tidak memenuhi kewajiban iklim dan lingkungan.
Seperti Trump, dia berjanji akan menghidupkan kembali manufaktur Amerika, dengan pendekatan "Buy American" yang lebih kuat untuk pengeluaran pemerintah.
Dan yang terakhir pemerintahan Biden dapat diharapkan untuk memulihkan hubungannya dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan mencairkan dana sebesar 400 juta dolar dan berusaha untuk menciptakan tanggapan global yang terkoordinasi terhadap pandemi dan pengembangan serta distribusi global vaksin.
Usaha ini merupakan sebuah langkah untuk memperbaiki dan menyelamatkan citra Amerika yang rusak di mata dunia dan menggalang kekuatan demokrasi untuk dapat melawan peningkatan gelombang otoritarianisme.