Suap Kendari Diduga Terkait Pilkada Sultra 2018
This browser does not support the video element.
"Dugaan penerimaan uang atau hadiah oleh Wali Kota Kendari melalui pihak lain tersebut diduga diindikasikan untuk kebutuhan kampanye ASR sebagai calon gubernur Provinsi Sulawesi Utara dalam Pilkada serentak 2018," ungkap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konfrensi pers di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, (1/3/2018).
Basaria menerangkan, kasus ini terungkap dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Selasa, (27/2) dan Rabu, (28/2) setelah adanya indikasi kuat telah terjadi transaksi pada Senin, (26/2).
Saat itu, tim KPK mengetahui terjadinya penarikan uang sejumlah Rp1,5 miliar dari Bank Mega di Kendari oleh staff PT Sarana Bangun Nusantara
PT Sarana Bangun Nusantara merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari sejak tahun 2012. Bahkan, pada Januari 2018 perusahaan ini memenangkan lelang proyek Jalan Bungkutoko-Kendari New Port dengan nilai proyek sebesar Rp60 miliar.
Dalam pemberian suap ini, ada kata sandi yang digunakan antara pemberi suap Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah dan tiga orang pihak penerima Wali Kota Kendari Periode 2017-2022 Adriatma Dwi Putra, Calon Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara sekaligus ayah dari Wali Kota Kendari Asrun, serta Fatmawati Faqih yang merupakan mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah.
"Teridentifikasi, sandi yang digunakan adalah ‘koli kalendar’ yang mengacu pada arti uang Rp1 miliar," ungkap Basaria.
Saat ini pun, lembaga antirasuah ini telah menyegel beberapa tempat dan aset yaitu ruang kerja tersangka Hasmun Hamzah di kantornya, kamar di rumah Jalan Tina Otima, dan ruangan rapat di rumah jabatan Wali Kota Kendari.
Selain menyegel tempat, KPK beberapa barang bukti berupa satu buah buku tabungan dan satu buah kunci dan STNK kendaraan roda empat yang diduga sebagai sarana untuk membawa benda dari hasil tindak kejahatan tersebut.
Dalam kasus ini, Wali Kota Kendari diduga bersama pihak lainnya menerima hadiah dari swasta terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa senilai Rp2,8 miliar.
Sebagai pihak penerima Adriatma, Asrun, dan Fatmawati Faqih disangka melanggar Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pihak pemberi Hazmun Hamzah disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.