Tolak RUU Ketahanan Keluarga, Golkar Usulkan Revisi UU Perkawinan

ERA.id - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang juga pengusul Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga Ledia Hanifa menanggapi pertanyaan soal urgensi RUU tersebut. Salah satu pertanyaannya tentang kekhawatiran RUU Ketahanan Keluarga terlalu mencampuri urusan privat warga negara.

Ledia memastikan, RUU Ketahanan Keluarga tidak akan membuat pemerintah mengintervensi ranah privat dalam keluarga. Berbeda dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual/Dalam Rumah Tangga yang dinilai justru mencampuri terlalu jauh privasi seseorang.

"Pemerintah, negara, tidak mungkin masuk ke dalam hal-hal yang berkaitan dengan yang tadi disebutkan privat. Meskipun kita punya UU yang mengatur urusan yang sangat privat, yaitu UU tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, urusan tempat tidur suami istri itu diatur ada di situ dan itu intervensinya lebih dalam," ujar Ledia dalam rapat Baleg, Senin (16/11/2020).

Ledia kemudian menjawab soal perbedaan substansi antara RUU Ketahanan Keluarga dengan UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Karena itu, tidak tepat jika hanya merevisi satu UU Perkawinan saja.

"Karena UU Perkawinan dalam konteks perkawinannya, individu-individu yang terlibat sementara di sini (RUU Ketahanan Keluarga) adalah sebuah sistem," kata Ledia.

Politisi PKS ini memastikan RUU Ketahanan Keluarga tidak akan bertabrakan dengan UU lainnya. Sebabnya, dalam RUU tersebut lebih ditekankan untuk menyelesaikan masalah utama dari keluarga.

"Yang ditekankan dari UU ini adalah menyelesaikan di hulu jadi kita berharap penyelesaian di hulu, hal-hal di hilir bisa diselesaikan dengan rencana induk pembangunan ketahanan keluarga," katanya.

Dia menegaskan RUU Ketahanan Keluarga bertujuan agar negara dapat memfasilitasi keluarga-keluarga yang rentan agar persoalannya bisa diatasi.

"Sehingga dengan rencana induk pembangunan ketahanan keluarga itu pemerintah ketika membuat kebijakan kebijakan memperhatikan aspek keluarga," ucapnya.

Dalam rapat tersebut, anggota Baleg Fraksi Golkar Nurul Arifin menilai RUU Ketahanan Keluarga belum diperlukan. Karena, sudah ada undang-undang yang mewakili RUU Ketahanan Keluarga. Misalnya UU tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Serta, UU Perkawinan juga mewakili beberapa substansi dari RUU Ketahanan Keluarga. Karena itu, Nurul menyarankan sebaiknya revisi UU Perkawinan tersebut tanpa mengeluarkan undang-undang baru.

"Saya memiliki juga catatan-catatan pribadi untuk menyatakan bahwa sebetulnya UU ini tidak perlu karena ada UU lain yang sudah eksisting dan kemudian sudah mewakili dari substansi yang ada di RUU Ketahanan Keluarga ini seperti yang lain UU tentang Perkawinan dimana UU ini juga mengatur tentang peran keluarga," jelas Nurul.