Pemanggilan Anies ke Polda, Fadli Zon: Gubernur Atasan dari Kapolda
ERA.id - Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Fadli Zon menilai pemanggilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke Polda karena kerumunan massa Rizieq Shihab dianggap tak wajar dan berlebihan. Sebab di berbagai daaerah juga terjadi kerumunan serupa dalam pilkada.
"Banyak sekali gambar dan bukti yang menunjukkan kerumunan tapi tidak diproses," katanya dalam Youtube Fadli Zon Official, Kamis (19/11/2020).
Ia mencontohkan lagi saat demonstrasi omnibus law juga banyak kerumunan tapi berbeda perlakukan. Tapi ketika ada kaitan dengan kepulangan Rizieq, pernikahan putri Rizieq dan peringatan Maulid Nabi, dianggap ada tindakan diskriminatif.
"Kenapa diskriminatif? Pertama, pemeriksaan tersebut sebagai klarifikasi, padahal kita tidak mengenal istilah klarifikasi dalam konsep hukum kita terkait dengan protokol kesehatan atau Undang-undang (UU) Karantina Kesehatan," katanya.
Ia menilai lucunya lagi proses klarifikasi tersebut dilengkapi dengan berita acara pemeriksaan. Hal ini dianggap sebagai kejanggalan dalam konsep hukum.
- https://era.id/nasional/44112/besok-ridwan-kamil-dijadwalkan-akan-diperiksa-polisi-soal-habib-rizieq-shihab
- https://era.id/nasional/44108/pemanggilan-anies-ke-polda-fadli-zon-gubernur-atasan-dari-kapolda
- https://era.id/nasional/43955/editorial-besarnya-ketokohan-rizieq-shihab-karena-andil-pemerintah-juga
"Kedua, bukankah gubernur DKI bukan pihak yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan? Justru gubernur DKI adalah pengawas dalam hal ini," katanya.
Ia mengklaim gubernur DKI sudah berusaha untuk melakukan tindakan dengan memberikan sanksi denda Rp50 juta. Denda tersebut juga sudah dibayarkan.
"Dan ini merupakan denda yang tertinggi. Mungkin tertinggi di dalam masa Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jakarta sejauh ini. Jadi sudah ada upaya untuk menegakkan aturan. Cukup aneh juga kalau gubernur DKI yang diperiksa," katanya.
Ia membandingkan dengan Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Jawa Barat atau Gubernur Banten tak diperiksa. Selanjutnya, ia menyebutkan soal ketentuan pidana dalam UU Karantina Kesehatan termuat dalam Pasal 90 sampai Pasal 95.
"Kalau kita membaca pasal-pasal itu karena memang pada waktu UU ini dibuat pada 2018, tidak ada bayangan kita akan terjadi sebuah pandemi COVID-19 global seperti ini," kata Fadli.
Menurutnya, UU ini tak bisa digunakan untuk pemidanaan terutama dalam kasus kerumunan massa Rizieq. Sebab kerumunan kadang tak bisa dihindari.
"Kita lihat kemarin saat terjadi pers conference saat gubernur DKI di halaman Polda Metro Jaya, banyak wartawan berkerumun disitu, apakah disitu bukan sebuah kerumunan?" katanya.
Ia menilai semuanya harus melalui pendekatan dialogis dan musyawarah. Apalagi acara maulid nabi rutin dilakukan dan sudah dilakukan di berbagai tempat.
"Kita tak boleh lakukan hal diskriminatif termasuk pada pilkada," katanya.
Misalnya saat mengantar calon hingga berkampanye. Menurutnya, kerumunan-kerumunan tersebut sulit dihindari. Karena itu perlu objektif agar tak ada diskriminasi hukum.
"Kalaupun ada urusan dengan gubernur DKI Jakarta maka urusan itu sebetulnya urusan pemerintahan, bukan urusan polisi. Apalagi sebenarnya gubernur merupakan atasan dari kapolda dan pangdam dalam konteks forkopimda, meskipun in tak mengganggu komunikasi dari instansi-instansi tersebut," katanya.
Menurutnya, kepala daerah merupakan perwakilan dari pemerintah pusat untuk mengkoordinasis emua instansi yang ada di daerahnya. Menurutnya, kalau ada urusan dengan gubernur maka menjadi kewenangan kemendagri untuk melakukan klarifikasi.
"Kalau semua ini dicampur adukkan, dibolak balik, tentu ini akan membuat tata kelola pemerintahan dan hubungan pemerintah pusat dan daerah menjadi amburadul," katanya.
Ia meminta agar jangan berbuat diskriminatif dan sejak awal punya niat yang baik untuk menyelesaikan ini secara bersama-sama.
"Tindakan-tindakan yang tebang pilih, yang sesuai dengan selera, yang didasari atas kebencian dan ketidaksukaan terhadap figur tertentu hanya akan menimbulkan kegaduhan baru, merugikan kita semua," katanya.