Kumpulkan Massa Melawan Pemerintah Hong Kong, Joshua Wong Mengaku Bersalah

ERA.id - Aktivis pro demokrasi Hong Kong, Joshua Wong, pada Senin tetap mendekam dalam tahanan setelah ia mengaku bersalah atas tuduhan menggelar serta mengajak orang-orang berkumpul tanpa izin dekat markas kepolisian untuk memprotes kebijakan pemerintah setempat tahun lalu.

Wong terancam kena hukuman penjara maksimal tiga tahun. Vonis akan dibacakan oleh majelis hakim pada 2 Desember 2020, tepatnya pukul 14:30 waktu setempat. Wong merupakan ikon Gerakan Payung/Umbrella Movement--aksi massa anti pemerintah pada 2014 dan saat itu usianya baru 17 tahun.

Sebelum dibawa ke tahanan, Wong berseru, "semuanya, kalian harus bertahan! Tambah minyaknya!" ujar Wong menyebut peribahasa orang Kanton yang berarti keberanian. Ungkapan itu kerap diserukan massa saat berunjuk rasa.

Wong tidak mengaku bersalah untuk dakwaan ketiga yang menyebut ia sengaja ikut perkumpulan massa tanpa izin, karena jaksa tidak dapat menunjukkan bukti.

Di samping Wong, aktivis pro demokrasi Hong Kong lainnya, Agnes Chow dan Ivan Lam, juga tetap ditahan setelah menjalani persidangan atas tuduhan yang sama. Keduanya turut mengaku bersalah atas tuduhan yang disampaikan oleh aparat setempat.

"Mungkin pemerintah ingin saya tetap di penjara sepanjang waktu," kata Wong lewat pernyataan tertulisnya sebelum ia mengikuti persidangan, dikutip dari Reuters.

"Namun, saya yakin, penjara, larangan ikut pemilihan umum, dan kekuasaan yang sewenang-wenang tidak dapat menghentikan saya untuk terus berjuang. Apa yang kita perbuat saat ini menunjukkan nilai kebebasan kepada dunia," kata dia.

 Puluhan pendukung Wong berkumpul di luar ruang sidang dan menyerukan slogan pro demokrasi serta berseru "Bebaskan Joshua Wong, Agnes Chow, dan Ivan Lam!"

Wong bukan tokoh utama saat aksi anti China dan pro demokrasi pada tahun lalu, tetapi aktivitasnya mengadvokasi nilai-nilai kebebasan di Hong Kong membuat geram China. Beijing menyebut Wong sebagai "tangan hitam" atau antek-antek asing.

Aktivis muda itu membubarkan partai politiknya, Demosisto, pada Juni 2020, beberapa jam setelah parlemen China mengesahkan Undang-Undang Keamanan Baru untuk Hong Kong. UU baru itu akan menghukum siapapun yang dinilai terlibat subversi, makar, terorisme, dan kolusi dengan pasukan bersenjata asing, dengan ancaman penjara sampai seumur hidup.

Wong saat ini juga menghadapi tuduhan ikut perkumpulan massa yang tidak dilengkapi izin pada Oktober 2019 dan 4 Juni 2020, yaitu saat acara peringatan tragedi Tianmen pada 1989.

Otoritas setempat pada awal tahun ini mendiskualifikasi Wong dan 11 politisi pro demokrasi lainnya untuk mencalonkan diri pada pemilihan dewan kota Hong Kong tahun ini. Walaupun demikian, pemilihan tersebut masih ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan karena adanya pandemi COVID-19.

Wong telah mendekam selama lima minggu di penjara tahun lalu karena diyakini ia telah menghina pengadilan. Ia dibebaskan pada 16 Juni 2020 saat aksi massa telah memuncak.

Pemerintah di negara-negara barat kerap mengkritik China karena melakukan penangkapan berulang kali terhadap Wong dan aktivis pro demokrasi lainnya. Negara-negara barat juga menyebut China gagal menepati janjinya untuk mempertahankan otonomi di Hong Kong, sebagaimana telah disepakati bersama Inggris saat kota itu dikembalikan ke China pada 1997.

China membantah tuduhan itu dan mengatakan Hong Kong merupakan urusan dalam negerinya.