'Kupas' Pancasila, Rizieq Shihab Sebut Pemimpin Tak Bijak, Tak Punya 'Spirit' Akhlak
ERA.id - Imam Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab 'mengupas' spirit akhlak yang dianggap ada di dalam Pancasila. Ia sempat menyinggung soal pentingnya pemimpin yang bijak.
Ia mencontohkan pada sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurutnya, substansi spirit akhlak terletak pada poin bagaimana sikap berbangsa dan bernegara wajib menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Ini spirit akhlak yang luar biasa," kata Rizieq dalam Dialog Nasional yang disiarkan pada Youtube Front Tv, Rabu (2/12/2020).
Lalu sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Ia menjelaskan pada sila ini, semua lapisan masyarakat harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, keadilan, dan adab.
"Nilai kemanusiaan itu apa? Akhlak. Nilai keadilan itu apa? Akhlak. Nilai adab itu apa? Akhlak. Makanya tidak salah kalau selama ini selalu kita gaungkan bahwa Pancasila itu adalah warisan ulama," kata Rizieq.
Ia meminta agar Pancasila dan ajaran Islam jangan dibentur-benturkan. Ia juga menyebut Pancasila sebagai konsensus nasional dari para pendiri bangsa dari semua agama.
Lalu pada sila ketiga, persatuan. Ia menilai hanya orang yang berakhlak yang mau bersatu. Mereka yang ingin memecah belah bangsa dan menghancurkan persatuan dianggap tak berakhlak.
Kemudian sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Kalimat 'kerakyatan yang dipimpin' menunjukkan rakyat yang dituntun untuk tunduk dan patuh pada pimpinan. Hal tersebut dianggap sebagai akhlak.
"Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, kalau tadi rakyat dituntun untuk patuh pada pemimpin sebagai bentuk akhlak yang mulia, pemimpinnya juga dituntut hikmat bijaksana. Jadi akhlak itu bagaimana seorang pemimpin hikmat dan bijaksana. Kalau dia tidak hikmat, dia tidak bijak, dia tak punya spirit akhlak," kata Rizieq.
Masih dalam pasal yang sama 'dalam permusyawaratan perwakilan', ia menjelaskan musyawarah mufakat menjadi inti dari ajaran Islam. Misalnya dalam bermuamalah dan bernegara.
"Musyawarah mufakat justru jadi intisari akhlak. Jadi siapa yang ingin menjadi pemimpin, pemimpin rumah tangga, pemimpin bangsa, negara, dia harus menjunjung tinggi musyawarah mufakat," katanya.
Adapun sila terakhir, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menurutnya, kalau bicara keadilan maka itu merupakan akhlak. "Apalagi tujuannya menyejahterakan bangsa Indonesia, itu akhlak," katanya.