Kaum Difabel Protes Pemilu Bernuansa Diskriminasi
Menurut juru bicara Forum Tunanetra Menggugat, Suhendar, peraturan tersebut mendiskriminasi warga negara dari kelompok difabel. Gara-gara peraturan itu, kelompok difabel tidak bisa menjadi kandidat kepala daerah. Padahal, berdasarkan hak hukum internasional, disebutkan setiap warga negara berhak dipilih dan memilih.
"Kita tahu bahwa yang tidak punya hak untuk dipilih itu adalah yang sedang melaksanakan hukuman atau narapidana. Nah, sekarang diberlakukan kepada penyandang disabilitas. Artinya, dia menganggap bahwa kita adalah bagian dari narapidana seperti itu," kata Suhendar di Bandung, Senin (5/3/2018).
Suhendar mengatakan, KPU telah melakukan pelanggaran HAM yang telah diratifikasi Indonesia dalam Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 yang isinya, kedudukan penyandang difabel diakui keberadaannya, yaitu manusia bermartabat yang memiliki hak sama dengan warga negara lainnya.
Suhendar menjelaskan meski KPU telah melayangkan permintaan maaf kepada kelompok difabel, namun proses hukum akan terus dilakukan. Hal itu untuk mengantisipasi terbitnya peraturan serupa pada Pemilu Legislatif dan Presiden.
Forum Tunanetra Menggugat yang terdiri dari lima organisasi berbeda yaitu Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI), Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), Ikatan Alumni Wyataguna (IAWG), Persatuan Tunanetra Ahli Pijat Indonesia (Pertapi) dan Persatuan Olahraga Tunanetra Indonesia (Porti) sepakat menunggu hasil tuntutan penghapusan tentang petunjuk teknis standar kemampuan jasmani dan rohani serta bebas penyalahangunaan narkotika bagi kepala daerah pada 12 Februari 2018.
"Karena sampai saat ini tidak ada itikad baik dari KPU soal tuntutan kami, maka golput menjadi pilihan kami sementara," ujar Suhendar. (Arie Nugraha)