Menebak Jalan Politik Agus Yudhoyono
Dalam pidato kekalahannya saat pengumuman hasil Pilkada putaran pertama DKI Jakarta 2017, dia menyatakan tidak akan berhenti untuk berjuang demi Indonesia. Dia menargetkan bisa mendarmabaktikan dirinya untuk menuju Indonesia Emas 2045.
"Secara pribadi, ke depan nanti saya akan tetap mendarmabaktikan hidup saya menuju Indonesia Emas 2045. Tentu saya mengajak generasi muda untuk jangan taktu gagal dan kalah," ujar Agus didepan simpatisannya, Rabu (15/2/2017).
Tidak ikutnya Agus dalam gelaran Pilkada DKI putaran kedua membuat dia punya banyak waktu luang. Apalagi, Agus sudah tidak bisa kembali ke ranah militer, wadah yang selama 15 tahun ini dia geluti.
Agus membentuk Yudhoyono Institute
Agus mulai menata kehidupan politiknya. Dia terlebih dahulu mendirikan sebuah lembaga non profit bernama The Yudhoyono Institute pada Agustus 2018. Lembaga ini dilahirkan untuk mendukung nilai-nilai maupun pemikiran politik Agus. Dia menjadi Direktur Eksekutif di lembaga tersebut.
The Yudhoyono Institute lahir guna memfokuskan diri untuk mempersiapkan generasi pemimpin masa depan Indonesia dengan perspektif strategis serta mendukung Indonesia yang merdeka, sejahtera, dan aman.
"Dengan visi Indonesia Towards Liberty, Prosperity, and Security, misi The Yudhoyono Institute yaitu menyiapkan pemimpin masa depan yang mampu menguasai isu lokal, nasional dan internasional sebagai persiapan bagi Indonesia menghadapi tantangan di abad ke-21," dilansir dari website theyudhyonoinstitute.org
Beberapa hari sebelum meluncurkan lembaga tadi, Agus mulai bersafari ke beberapa tokoh politik. Tujuannya memberikan undangan agar hadir dalam acara peluncuran The Yudhoyono Institute.
Salah satunya adalah ke Istana Merdeka untuk memberikan undangan kepada Presiden Jokowi. Saat itu, Agus diterima Jokowi dan Gibran Rakabuming.
Agus ditunjuk jadi Kogasma Partai Demokrat
Partai Demokrat menyiapkan pasukan untuk menghadapi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. SBY akhirnya menunjuk Agus menjadi kader Partai Demokrat dengan posisi yang strategis, yaitu menjadi Ketua Komandan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat.
Untuk orang yang baru terjun ke dunia politik, tugas Agus cukup berat, yaitu membuat Partai Demokrat mendapatkan suara maksimal. Bahkan dalam pidato sambutannya saat dilantik, Sabtu(17/2/2018), Agus telah menetapkan target suara yang harus diraih Partai Demokrat pada Pemilu 2019.
"Dulu kita mendapatkan 10 persen, tentunya kini kita berharap sekarang bisa mencapai 15%," ujarnya.
Dilansir dari demokrat.or.id, pembentukan Kogasma belum masuk pada ranah struktur partai. Akan tetapi, Kosgama tetap dianggap penting dikarenakan Agus harus membangun sebuah roadmap pemenangan partai sekaligus menentukan keputusan keputusan strategis.
Setelah Kogasma ini terbentuk, Agus jadi makin rajin safari politik. Dia sudah bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Presiden Joko Widodo dan Menko Polhukam Wiranto. Pertemuan itu diklaimnya hanya untuk menyerahkan undangan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Demokrat di Sentul, Bogor, 10-11 Maret.
(Infografis/era.id)
Pengamat Politik Ujang Komarudin Al Azhar menilai, dalam tahun politik silaturahmi politik pun akan semakin intensif. Silaturahmi inilah yang membuat Agus jadi makin terkenal.
"Dengan silaturahmi politik tersebut AHY semakin populer. Karena setiap hari jadi pemberitaan," tuturnya, kepada era.id, di Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Menurut Ujang, safari politik Agus merupakan langkah yang bagus. Sebab, kunjungan tersebut akan bermuara pada Pilpres 2019 mendatang. Apalagi, dengan kunjungan tersebut komunikasi antar partai politik bisa berjalan lancar.
"Paling tidak penjajakan awal before Pilpres. Sebagai politisi baru dan muda. Melakukan silatutrahmi politik ke berbagai tokoh merupakan keharusan. Dengan silaturrahmi politik komunikasi dapat berjalan dengan lancar dan menambah keakraban," ujarnya.
Diprediksi bakal dijadikan ketua umum
Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Malang, Wahyudi Winarjo, punya penilaian yang lebih visioner. Dari perjalanan panjang Agus ini, ada poin yang tersirat. Wahyudi menilai saat ini Agus sedang diorbitkan SBY untuk menggantikannya memimpin partai berlambang bintang mercy itu.
"AHY diarahkan menjadi ketum. Kalau disiapkan untuk capres atau cawapres terlalu dini. Karena dia belum matang. belum punya kepercayaan yang tinggi di mata publik. Meski dia punya prestasi, tapi untuk politik itu tidak bisa dipercepat," kata dia.
Banyak yang menebak, Agus tengah dijual untuk dijadikan kandidat calon wakil presiden dalam Pemilu 2019. Menurut Wahyudi, memaksakan Agus menjadi capres atau cawapres pada 2019, malah tidak baik dan akan mempermalukan jika kalah.
"Kalau dipaksa nanti tidak berani bertarung lagi. Apalagi kemarin kan sudah kalah di Pilgub DKI Jakarta. Sehingga menurut saya jangan dibuat kalah dua kalinya. Malah malu. Trauma nanti," ujarnya.
Di sisi lain, kemunculan Agus dinilai tepat untuk mengisi figur pengganti SBY. Apalagi kini Partai Demokrat sedang krisis kader dan beberapa di antaranya tersangkut masalah korupsi.
Ketika dikatakan langkah SBY adalah politik dinasti, Wahyudi menganggap itu tak masalah. Menurutnya, di Indonesia dan di beberapa negara lain politik dinasti dianggap wajar.
"Ini sangat biasa di Indonesia. Apalagi sekarang belum ada undang-undang yang melarang dinasti politik itu di Indonesia. Tapi memang harus diakui untuk beberapa kasus, dinasti politik itu tidak jelek. Walau memang ada dinasti politik itu hanya untuk kepentingan keluarga dan kelompoknya," ungkapnya.