Warga Bukit Duri Minta Tempat Tinggal, Bukan Duit

Puluhan warga Bukit Duri mendatangi kantor Gubernur DKI Jakarta. Mereka hendak berdiskusi dengan Pemprov DKI, terkait realisasi hasil putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2017).

Sandiawan Soemardi, pendiri Komunitas Ciliwung, mengatakan akan lebih memfokuskan pengadaan tempat tinggal dibanding ganti rugi uang dalam diskusi nanti. 

"Waktu menggugat, warga bukan meminta uang cash. Warga meminta tempat pengganti," ujar Sandiawan di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat. 

Sandiawan merasa puas dengan hasil putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan warga Bukit Duri. Bersama Sandiawan, setidaknya ada 93 kepala keluarga yang mengajukan gugatan ke pemprov DKI Jakarta atas penggusuran.  

Mereka yang memilih melawan lewat jalur hukum beralasan, lokasi rusun yang dijanjikan pemprov dulu dirasa amat jauh dan sulit dijangkau.

"Jauh pak. Jauh amat. Kita udah tua, hidup sendiri pula. Anak-anak sudah mencar," ujar Derana Siregar, salah satu warga yang menolak dipindahkan ke rusun.  

Derana yang telah berumur 84 tahun itu mengaku tak sanggup jika harus dipindahkan ke rusun, jalannya yang tak lagi sempurna terpaksa harus dibantu dengan tongkat.

Derana mengungkapkan kegembiraannya dengan mengangkat kedua tangannya, atas hasil putusan pengadilan.  Selanjutnya, ia menyerahkan segala proses ganti rugi kepada kuasa hukumnya. 

Kuasa hukum Bukit Duri, Vera Wenni Sumarlin, menjelaskan akan menagih hasil putusan pengadilan, di mana pemprov diharuskan memenuhi janji mereka, membangun kampung deret.  

"Gubernur janji akan mewujudkan putusan, mungkin pengadilan tidak menjelaskan berapa angka ganti rugi,  tapi jika mengacu pada putusan ptun janji gubernur 2012 tidak boleh dicabut,  membangun kampung deret,"  jelas Vera.

Dosen universitas Tarumanegara itu menyambut baik keputusan Gubernur yang memilih untuk tidak memperpanjang proses hukum dan meletakan masyarakat bukit duri sebagai subyek hukum. 

"Saya menghormati dan menyambut baik keputusan Gubernur yang telah meletakkan warga sebagai subyek hukum bukan objek," tambahnya.  

Kasus penggusuran Bukit Duri berawal ketika Pemprov DKI Jakarta hendak melakukan normalisasi kali Ciliwung. Joko Widodo, yang saat itu masih menjabat sebagai gubernur,  menjanjikan akan mengubah kampung Bukit Duri menjadi kampung deret. Sebagai win-win solution atas penanganan banjir di Jakarta.  

Namun sayang, janji tersebut tak dilanjutkan oleh gubernur selanjutnya. Basuki Tjahya Purnama, Lelaki yang akrab disapa Ahok itu, lebih memilih menggusur warga dari bantaran kali Ciliwung.  Jalur meja hijaupun ditempuh para warga yang merasa terzolimi.  

Tag: