Pasien COVID-19 'Meninggal Sia-sia' Akibat Salah Kaprah Ventilator

ERA.id - Sejumlah pasien kritis infeksi COVID-19 seharusnya bisa selamat, namun, justru meninggal dunia akibat menolak memakai alat ventilator yang mereka kira bakal memperparah kondisi mereka, demikian kata asosiasi dokter senior di Inggris.

Fakultas Kedokteran Unit Intensif (FICM), organisasi yang mewakili 3.500 dokter unit intensif di Inggris, menyatakan telah melihat makin banyak pasien yang mempercayai salah kaprah soal alat ventilator bisa mempercepat kematian seseorang.

Melansir The Guardian, salah kaprah itu tampaknya didasari data bahwa angka kematian di ICU berkurang dengan para dokter mengurangi penggunaan ventilator, alat yang bisa menggantikan proses pernafasan seorang pasien infeksi COVID-19.

Alat ventilator digunakan semasa musim semi, ketika angka kematian di ICU di Inggris cukup tinggi. Menurut Intensive Care National Audit & Research Centre, 75,9 persen pasien COVID-19 bernafas menggunakan ventilator sehari setelah mereka tiba di unit tersebut.

Angka penggunaan ventilator tersebut turun menjadi 44,1 persen pasca turunnya wabah COVID-19 di Inggris, kira-kira pada 1 April tahun lalu. Hal ini sebenarnya didasari oleh tingginya tingkat kesembuhan pasien COVID-19, sementara probabilitas seseorang akan meninggal di ICU di Inggris turun dari 43 persen menjadi 34 persen.

Namun, sejumlah orang mengait-kaitkan penuruna angka penggunaan ventilator dengan penurunan angka kematian di ICU.

Dr Alison Pittard, dekan FICM, mengatakan bahwa dua tren tersebut tak saling berkaitan. Ia menekankan bahwa pasien-pasien masih tetap ada yang tumbang dan meninggal dunia dari hari ke hari karena infeksi COVID-19, dan bukan karena menggunakan alat ventilator.

Pittard, yang adalah konsultan ICU senior di Kota Leeds, mengatakan bahwa penggunaan ventilator dikurangi karena para dokter menyadari pasien COVID-19 mampu bertahan dengan cukup baik meski memiliki level saturasi oksigen yang rendah, sesuatu yang dulu dianggap berbahaya bagi pasien korona.

Ia menekankan bahwa ventilator tetap memberikan kemungkinan penyelamatan bagi pasien yang kritis karena COVID-19, dan ia mendesak agar publik membagikan informasi yang akurat mengenai ini.

"Sebagai dokter yang merawat pasien secara langsung, kami menyadari makin banyaknya pasien yang enggan menggunakan ventilator, namun, saya hanya mampu mengira-ngira saja apa yang menjadi alasan keputusan mereka tersebut," kata dia.

"Saya yakin, ini diakibatkan oleh banyaknya informasi yang beredar di luar sana, entah informasi yang tidak lengkap atau salah dimengerti."

Pittard menambahkan bahwa sebuah studi telah dilakukan di Amerika Serikat terhadap 1.000 pasien COVID-19. Di antara mereka yang memakai ventilator, 42 persen di antaranya meninggal dunia, namun, mereka adalah pasien yang punya kondisi khusus seperti lanjut usia atau punya kondisi bawaan serius.