Kekayaan Cagub Malut, dari Alphard sampai Speedboat
Keduanya diduga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara terkait pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD tahun anggaran 2009 di Kepulauan Sula. Saat kasus ini terjadi, Ahmad merupakan Bupati Kepulauan Sula dan Zainal adalah Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sula.
"Dugaan kerugian keuangan negara berdasarkan perhitungan dan koordinasi dengan BPK adalah sebesar Rp3,4 miliar sesuai dengan jumlah pencairan SP2D kas daerah Kabupaten Kepulauan Sula," ungkap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi persnya, Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses dari situs ACCH KPK, Ahmad terakhir melaporkannya pada tahun 2013. Tertulis dalam situs itu, mantan Bupati Kepulauan Sula ini punya harta kekayaan mencapai Rp35.212.963.348.
Berdasarkan daftar tersebut, dia mempuyai aset berupa tanah dan bangunan yang berada di Bogor, Manado, Jakarta Selatan, Minahasa Utara, dan Kepulauan Sula dengan nilai sebesar Rp21.500.227.500.
Cagub dari Partai Golkar dan PPP ini juga memiliki aset bergerak seperti kendaraan senilai Rp4.525.000.000. Adapun kendaraan yang dimilikinya adalah Toyota Land Cruiser, dua Toyota Alphard, Mercedes Benz, dua unit Toyota Harrier, Range Rover, BMW, Honda CRV, Hammer, serta speed boat.
Tak hanya itu, Ahmad juga punya aset berupa harta bergerak lainnya seperti logam mulia senilai Rp790.000.000 dan surat berharga senilai Rp349.000.000 serta giro setara kas mencapai Rp8.236.483.907.
Untuk diketahui, KPK menetapkan Bupati Kepulauan Sula periode 2005-2010 Ahmad Hidayat Mus dan Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Sula periode 2009-2014 Zainal Mus.
Mereka diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pengadaan pembebasan lahan Bandara Bobong pada APBD Tahun 2009 di Kabupaten Kepulauan Sula.
Diduga pengadaan pembebasan lahan Bobong pada APBD Tahun Anggaran 2009 di Kabupaten Sula adalah pengadaan fiktif. Pemerintah kabupaten membeli tanah milik Zainal yang diatur seolah membeli tanah milik masyarakat.
Atas perbuatannya Ahmad dan Zainal disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.