Sampah Warga di Hutan Bakau Angke
This browser does not support the video element.
Jakarta, era.id - Tumpukan sampah di Hutan Bakau Ecomarine Tourism Mangrove di Muara Angke, Kali Adem, Jakarta Utara jadi sorotan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Siang ini, Wakil Gubernur (Wagub) Sandiaga Uno memaparkan hasil temuan yang ia peroleh terkait sampah. Hasilnya, nelayan dan warga pesisir jadi salah satu penyebab masalah sampah ini.
"Saya dapat laporan juga, nelayan-nelayan ada beberapa juga yang masih belum patuh, membuang sampah ke laut. Banyak masyarakat kita membuang sampah ke sungai," kata Sandi di Balai Kota, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (19/3/2018).
Temuan tersebut, dikatakan Sandi harus dijadikan landasan dalam upaya rehabilitasi kawasan hutan bakau di Angke. Peran masyarakat jelas jadi penting untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang berasal dari tumpukan sampah.
"Ini harus kita jadikan sebagai kerangka, untuk hentikan membuang sampah ke badan aiir. Mulailah pengelolaan sampah lebih baik ke depan," kata Sandi.
Imbauan Sandi sangat beralasan. Sebab, berdasar temuan Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) Kepulauan Seribu, sebagian besar sampah yang menumpuk di kawasan bakau di Angke berasal dari 13 sungai yang mengaliri wilayah Jakarta, Bogor dan Tangerang.
Seperti biasa, sampah yang menumpuk didominasi oleh plastik, kayu, dan sejumlah sampah rumah tangga lain. Menurut Kepala Suku Dinas (Sudin) Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu, Yusen Hardiman, sampah mulai menumpuk sejak awal Februari 2018.
Selain dari sungai, sampah di kawasan ini juga berasal dari air rob yang beberapa kali merangsek masuk ke kawasan wisata yang dikembangkan dengan pendampingan PT PJB Muara Karang sejak 2010 ini.
"Semula, ini adalah tempat pembibitan ikan bandeng oleh komunitas masyarakat penggiat lingkungan Taman Mangrove Muara Angke. Namun tiba-tiba ada rob yang berasal dari angin barat," ungkap Yusen di lokasi, Sabtu (17/3).
Sulitnya bersihkan sampah
Upaya rehabilitasi hutan bakau di Angke mengalami berbagai kesulitan. Ya, bayangin aja, jumlah sampah di sana tak main-main, kawan. 1000 meter kubik, dengan ketebalan 1,5 meter di atas permukaan laut.
Berbagai hal teknis jadi kendalanya. Menurut Yusen, 80 petugas harus mengangkut sampah-sampah secara manual menggunakan keranjang. Sampah-sampah itu kemudian diangkut ke dalam empat kapal fiber yang selanjutnya secara bergantian mengangkut sampah-sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang.
Sadar akan tugas berat yang ditempuh para Petugas Prasarana dan Sarana Umum (PPSU), Sandi meminta seluruh petugas dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Termasuk sarung tangan dan sepatu boots untuk melindungi mereka dari berbagai benda berbahaya yang jadi bagian dari sampah.
"Jadi saya usulkan dilengkapi kesehatan dan keselamatan kerjanya dan kita survei lokasi-lokasi yang lain dan ada pencegahannya," tutur Sandi.
Proses pembersihan dan rehabilitasi sendiri sudah dilakukan sejak Sabtu. Hari itu, petugas berhasil mengangkut 19,3 ton sampah. Dalam proses pembersihan tersebut, 150 personel dan empat kapal fiber dilibatkan. Sejumlah alat berat juga dikerahkan untuk mempercepat proses pembersihan.