Nofel Hasan Jadi Justice Collaborator? Tunggu dulu!

This browser does not support the video element.

Jakarta, era.id - Majelis Hakim menolak permohonan terdakwa korupsi Bakamla, Nofel Hasan untuk menjadi justice collaborator (JC). Alasannya, Nofel sempat berbohong di awal-awal persidangan, mengaku tak menerima uang.

"Menimbang, bahwa permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa ditolak dengan alasan terdakwa baru belakangan mengakui menerima hadiah dari saksi Muhammad Adami Okta," kata hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (19/3/2018).

Meski begitu, lewat kuasa hukumnya, Saut Edward Rajagukguk, Nofel mengaku selow permohonannya jadi JC ditolak. Penolakan ini sudah diprediksi sejak awal oleh Nofel dan kuasa hukumnya.

Menurut Saut, alasan ditolaknya JC cukup jelas. Sebab, hakim tak mungkin mengabulkan status JC tanpa rekomendasi KPK. "JC ditolak karena Eko (Susilo Hadi) dan Pak Bambang (Udoyo) sama-sama pegawai Bakamla, tidak diberikan (JC) juga oleh KPK. Hakim tidak mau memberikan JC, harusnya (JC) dari KPK," terang Saut usai persidangan.

Walau begitu, permohonan yang diajukan Nofel dalam sidang nota pembelaan untuk membuka pemblokiran rekening dikabulkan hakim. Sebelumnya, jaksa KPK memblokir rekening tabungan yang diakui Nofel sebagai rekening satu-satunya yang ia miliki.

"Menetapkan, mengabulkan permohonan penasihat hukum terkait pembukaan blokir. Memerintahkan jaksa KPK untuk memohon membuka pemblokiran rekening Bank BNI atas nama Nofel Hasan," kata hakim.

Alasan dikabulkannya permohonan pembukaan pemblokiran rekening adalah karena hingga sidang pembacaan tuntutan, tidak ditemukan fakta adanya penerimaan uang dari hasil korupsi yang ditransfer melalui rekening bank itu.

"Maka majelis sependapat, blokir harus dibuka. Permohonan tim pengacara beralasan secara hukum untuk dikabulkan," kata hakim lagi.

Nofel baru saja divonis hakim dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp200 juta rupiah subsider dua bulan kurungan. Ia terbukti menerima uang 104.500 SGD dari Direktur PT Melati Technofo Indonesia dan PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah. Uang itu diberikan lantaran Nofel mengajukan proyek satelit monitoring yang kemudian masuk di dalam APBN-P 2016.

Nofel terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain Nofel, lima orang yang juga terseret kasus korupsi Bakamla sudah dijatuhi hukuman. Mereka adalah Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi, pemberi suap Fahmi Darmawansyah, Hardy Stefanus, Bambang Udoyo, dan Muhammad Adami Okta.

Tag: korupsi bakamla