Pengamat Sebut Kejutan Nama Baru Capres 2024 Sulit Tanpa Pilkada 2022

ERA.id - Pengamat politik Indo Barometer M Qodari menyebut munculnya nama baru untuk masuk dalam bursa calon presiden (capres) 2024 akan sulit terjadi, apabila Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2022 ditunda. Sebab, menurutnya, salah satu pintu untuk menuju panggung Pilpres 2024 adalah melalui jabatan kepala daerah.

Belakangan, sejumlah lembaga survei merilis hasil survei mengenai peta bursa capres 2024. Namun hasilnya, nama yang muncul terbilang bukan nama baru, misalnya seperti nama Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.

"Panggung menuju Pilpres 2024 itu sebetulnya hanya ada dua pintu. Pintu pertama adalah kepala daerah, pintu kedua adalah kursi menteri. Nah, peluang munculnya nama baru yang kejutan hanya mungkin apabila di 2022 ada Pilkada,"

Qodari lantas mencontohkan Pilpres 2014 lalu. Nama Joko Widodo mulai meroket dan masuk bursa capres usai dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012, padahal sebelumnya nama Prabowo Subianto lah yang mendominasi eletabilitas capres untuk Pilpres 2024.

Berkaca dari pengalaman tersebut, jika Pilkada 2022 sepakat digelar, maka besar kemungkinan akan muncul nama baru. Khususnya di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jaksarta. Untuk diketahui, masa jabatan Anies Baswesan senagai Gubernur DKI Jakarta akan berakhir pada Oktober 2022.

"Apabila di 2022 ada Pilkada, mungkin muncul nama baru ya misalnya Tri Rismaharini, atau misalnya AHY (Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono)," kata Qodari.

Untuk diketahui, Komisi II DPR RI sepakat menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yanh merevisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilksda.

Padahal, sebelumnya seluruh fraksi di Komisi II DPR RI sepakat membawa RUU Pemilu ke Badan Legislasi (Baleh) DPR RI. Belakangan fraksi dari partai koalisi pemerintah menarik dukungannya terhadap RUU Pemilu.

Sikap fraksi partai pendukung pemerintah ini diduga untuk menyamakan langkah dengan Presiden Jokowi yang tetap menginginkan Pilkada tetap digelar di 2024. Adapun dalam draft RUU Pemilu disebut jadwal Pilkada dinormasliasi di 2022 dan 2023.