Kemarin Larang warga Bangun Musala di Bekasi, Pengembang Ini Akhirnya Minta Damai

ERA.id - Pengembang perumahan Grand Wisata Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, PT Putra Alvita Pratama (PAP) menjanjikan klausul perdamaian kepada warga kluster Water Garden atas perselisihan berujung gugatan hukum perkara pembangunan Mushala Al Muhajirin oleh warga setempat.

"Kita teken perjanjian, perjanjian perdamaian, kita ikutin saja," kata Kuasa Direksi PT PAP Laurent Aliandoe usai audiensi bersama Komisi 3 DPRD Kabupaten Bekasi dan warga kluster setempat, Senin (9/3/2021).

Laurent mengatakan setelah perjanjian itu dibuat selanjutnya pihaknya bersama perwakilan warga kluster Water Garden menyerahkan isi perjanjian tersebut ke pengadilan untuk pengajuan perdamaian. "Kita mau semua selesai dengan baik, tidak ada masalah lagi. Kita mau semua selesai," ungkapnya.

Dia juga mengaku segera menyampaikan hasil audiensi ini ke pengacara perusahaan untuk disampaikan pada saat agenda persidangan selanjutnya. "Sidang berikutnya tanggal 10 besok, tadi pak dewan mintanya sebelum tanggal itu sudah jadi surat perjanjian damainya. Jadi nanti saya akan bilang ke pengacara untuk sampaikan saat sidang nanti, kita sudah sedikit lagi selesai. Dengan perjanjian perdamaian, kita ajukan ke pengadilan buat keputusan perdamaian, selesai," katanya.

Ketua Komisi 3 DPRD Kabupaten Bekasi Helmi berharap permasalahan hukum ini segera terselesaikan dengan skema perdamaian yang telah disepakati kedua belah pihak sesuai hasil audiensi hari ini. "Kami dari dewan ingin persoalan ini bisa selesai sebelum tanggal 10 atau sebelum mereka sidang lanjutan. Kami akan pantau terus, ini persoalan sensitif jangan sampai warga dibenturkan hukum saat hendak membangun mushala," ungkapnya.

Helmi juga meminta dinas teknis terkait untuk segera menerbitkan revisi perubahan block plan dari semula diperuntukkan permukiman atau tempat tinggal menjadi mushala sesuai kesepakatan audiensi. "Hasil pertemuan tadi Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang akan membantu revisi perubahan lahan seluas 216 meter itu menjadi mushala sesuai pengajuan pengembang. Dari pengembang, tadi mengatakan tidak ada masalah untuk mengajukan perubahan ini, tinggal bagaimana Cipta Karya membantu yang diinginkan pihak pengembang dan masyarakat," kata dia.

Tokoh masyarakat kluster Water Garden Rahman Kholid mengatakan akan menyetujui kesepakatan perdamaian yang diajukan pengembang perumahan sepanjang tidak melanggar hukum. "Kita akan menandatangani klausul perdamaian sepanjang kesepakatan itu tidak melanggar hukum," kata Rahman yang juga Ketua Yayasan Al Muhajirin.

Lahan milik warga kluster Water Garden itu digugat PT PAP selaku pengembang perumahan di bawah Sinarmas Group. Gugatan bernomor 326/Pdt.G/2020/PN Ckr itu berisi gugatan perkara wanprestasi yang kini sedang berproses di Pengadilan Negeri Cikarang setelah gagal pada tahap mediasi.

Sebelumnya diketahui, musala itu didirikan di atas tanah seluas 226 meter persegi yang dibeli warga dari pengembang pada tahun 2015 seharga Rp1,6 miliar. Setelah mencicil selama beberapa tahun, tanah itu akhirnya lunas dan mulai dibangun musala.

Musala itu dibangun karena jarak masjid terdekat dengan rumah warga mencapai tiga kilometer, sehingga warga berinisiatif patungan untuk membangun musala.  Dalam prosesnya, pembangunan musala itu justru disoal oleh pihak pengembang, karena dinilai menyalahi aturan dengan alasan bahwa sesuai perizinan, tanah itu diperuntukkan bagi rumah tinggal.