Menag Gus Yaqut: Banyak Anak Muda Kenal Radikalisme Lewat Media Sosial

ERA.id - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut banyak informasi keagamaan yang tidak terfilter dengan baik di media sosial. Akibatnya, tak sedikit orang yang terpapar paham radikalisme setelah mengakses media sosial.

Hal tersebut disampaikan pria yang akrab disapa Gus Yaqut itu dalam acara peluncuran survei Indikator Politik Indonesia secara daring pada Minggu (21/3/2021).

"Media sosiai ini informasi-informasi keagamaan tidak terfilter dengan baik," kata Yaqut.

"Bahkan saya sempat dapat laporan dan juga bertemu dengan beberapa mantan napiter (narapidana terorisme), mereka bilang, mereka menjadi radikal itu karena berinteraksi dengan sesama orang radikal, yang sudah terpapar radikal melalui media sosial," ungkapnya.

Kenyataan tersebut, kata Yaqut, tidak terlepas dari kebiasaan masyarakat terutama anak muda yang kerap menghabiskan waktunya mengakses internet. Mengutip hasil survei Alvara, Yaqut menyebut, anak muda bisa mengakses internet dan media sosial hingg tujuh jam sehari.

Dia juga meyakini, apabila survei dilakukan bukan di tengah pandemi COVID-19, jumlah tersebut akan meningkat pesat.

Oleh karena itu, Kementerian agama akan membuat program dengan pendekatan digitalisasi untuk mencegah paham radikalisme dan intoleransi di tengah masyarakat. Khususnya anak muda.

"Dengan lebih dari 52 persen anak-anak muda ini, kebijakan-kebijakan keagamanan untuk memfilter prilaku radikal dan intoleran sudah seharusnya memang diarahkan kepada transformasi digital, nggak ada pilihan lain," kata Yaqut.

Dia juga menyebut, dari hasil survei yang dilakukan Indikator, terbukti masih banyak anak muda yang permisif terhadap radikalisme dan sikap intoleran. Hal itu, kata dia, bukanlah kabar yang menggembirakan.

"Kalau tidak salah sekitar 7 atau 12 persen, itu kalau dikalikan jumlah populasi kan banyak banget itu, tinggi sekali anak-anak muda yang sangat permisif dengan prilaku-prilaku yang intoleran," katanya.

Berdasarkan hasil survei Indikator yang digelar sejak 4-10 Maret 2021, tercata sebanyak 49,4 persen responden dari generasi melenial yang menilai bahwa persoalan radikalisme di kalangan umat Islam Indonesia sangat mendesak/mendesak untuk segera ditangani oleh pemerintah.

Sedangkan Sekitar 28,8 persen menilai kurang atau tidak mendesak. Sebanyak 21,8 persen tidak tahu atau tidak jawab.

Kemudian, sekitar 41,6 persen responden menyatakan bahwa Persoalan radikalisme harus menjadi perhatian serius dari pemerintah karena sangatmengancam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Sementara 24.1 persen menyatakan pemerintah tidak adil terhadap umat Islam, radikalisme hanya ditujukan kepada umat Islam saja, 34.3 persen tidak menjawab.

"Sekali lagi soal radikalisme ini belum mayoritas (menjadi konsen generasi muda," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi.