Ada 'Setetes Darah Manusia' di Sepatu Setan Lil Nas X, Diprotes Nike
ERA.id - Seniman musik country Lil Nas X rupanya tak setengah-setengah dalam membuat kontroversi terkait 'budaya Setan', yang kerap menimbulkan kepanikan moral di negaranya, Amerika Serikat.
Pasca merilis video musik 'Montero (Call Me By Your Name)', musisi gay tersebut juga merilis sneakers yang ia namai 'Sepatu Setan' dan diklaim mengandung 'setetes darah manusia' di dalamnya.
Melansir dari Vox, karya nyeleneh ini dibuat bersama sebuah agensi kreatif asal New York, MSCHF, dan seorang kreator konten promosi Zardulu yang kerap membuat kampanye visual yang viral. Tahun 2019, MSCHF sendiri pernah merilis sneakers dengan nama "Sepatu Yesus" yang setiap pasangnya diklaim mengandung setetes air suci.
Bersama Lil Nas X, MSCHF membuat karya yang bertolak belakang 180 derajat, dengan menamai sneakers mereka 'Sepatu Setan'. Ini adalah sneakers jenis Nike Airs yang dijual terbatas dengan jumlah hanya 666 pasang di dunia. Uniknya, mereka mengklaim bahwa cat merah di sol sneakers tersebut dibuat dari tinta merah yang dicampur dengan "setetes darah manusia".
Sneakers ini dipasarkan dengan harga 1.018 dolar AS (Rp14,73 juta) dan dijual di AS mulai pukul 11 pagi, Senin lalu. Dan, menurut laporan Vox, sepatu ini langsung ludes terjual dalam waktu satu menit.
Sayangnya, penggunaan sepatu Nike Airs di kolaborasi ini tidak disetujui oleh brand Nike sendiri. Merek sepatu sport asal AS itu bahkan mengadukan MSCHF Product Studio ke pengadilan atas tuduhan pelanggaran hukum. Nike juga berupaya menghentikan penjualan sneakers kontroversial tersebut.
Kontroversial
Berbarengan dengan sepatu ini, video "Montero" Lil Nas X - yang menampilkan konten homoerotis dengan nuansa Satanik - turut mengundang cercaan dari kaum konservatif AS. Banyak pihak menganggap konten video Lil Nas X merusak moral anak-anak. Tak sedikit pula yang yakin 'sepatu darah' buatannya, jika dipakai, akan otomatis menjebloskan orang ke api neraka.
Namun, di luar konten kontroversial Lil Nas X, publik - terutama di Amerika Serikat - tertarik untuk berdiskusi secara terbuka mengenai hal-hal krusial seperti 'kengototan' agamis, homofobia, hingga awal mula kehebohan tradisi Satanik di AS. Dan publik pun ikut menilai sejauh apa persepsi mereka berubah terhadap tradisi kontroversial ini, sejak muncul pertama kali di dekade 1980an.