Terungkap Sederet 'Efek Samping' Vaksin Nusantara, BPOM: Pegal-pegal sampai Mual
ERA.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan efek samping dari Vaksin Nusantara 'made in' dokter Terawan.
Sebanyak 20 dari 28 subjek atau setara 71,4 persen relawan vaksin Nusantara dilaporkan mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD).
Hal itu disampaikan oleh Kepala BPOM Penny K Lukito saat membuka data evaluasi uji klinis fase I vaksin Nusantara.
Efek samping yang dilaporkan terjadi adalah nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, petechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal.
"Sebanyak 20 dari 28 subjek mengalami KTD, meskipun dalam grade 1 dan 2," kata Penny melalui keterangan tertulis, Rabu (14/4/2021).
Penny lantas merinci, seluruh subjek mengalami KTD pada kelompok vaksin dengan dosis adjuvant 500 mikogram dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mikogram dan tanpa adjuvant.
Selanjutnya, terdapat KTD grade 3 pada 6 subjek dengan rincian yaitu satu subjek mengalami hipernatremia, dua subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan tiga subjek mengalami peningkatan kolesterol.
"Kejadian yang tidak diinginkan grade tiga merupakan salah satu pada kriteria penghentian pelaksanaan uji klinik yang tercantum pada protokol uji klinik," jelas Penny.
"Namun berdasarkan informasi tim peneliti saat inspeksi yang dilakukan BPOM, tidak dilakukan penghentian pelaksanaan uji klinik dan analisis yang dilakukan oleh tim peneliti terkait kejadian tersebut," imbuhnya.
Penny melanjutkan, terdapat 3 dari 28 subjek atau sekitar 10,71 persen subjek yang mengalami peningkatan titer antibodi lebih dari empat kali setelah empat minggu penyuntikan. Namun, 8 dari 28 subjek itu mengalami penurunan titer antibodi setelah empat minggu penyuntikan dibandingkan sebelum penyuntikan.
Rinciannya, tiga subjek yang mengalami peningkatan titer antibodi lebih dari empat kali tersebut yaitu 2 subjek terdapat pada kelompok vaksin dengan kadar antigen 0.33 mikogram dan adjuvant 500 mikogram, serta 1 subjek terdapat pada kelompok vaksin dengan kadar antigen 1.0 mikogram dan adjuvant 500 mikogram.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kadar titer antibodi dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi adjuvant, bukan karena peningkatan kadar antigen," ungkap Penny.
Dengan temuan itu, BPOM menurutnya urung memberikan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II vaksin Nusantara. BPOM meminta tim peneliti vaksin Nusantara untuk memperbaiki dan melengkapi dokumen Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).