Ketika Pesawat Woyla Garuda Indonesia Dibajak
"Tunjukkan jati dirimu, lebih baik kita pulang nama dari pada gagal di medan laga," ujar Moerdhani yang jadi Panglima ABRI tersebut.
Dengan gagah berani, Lumban Tobing berhadapan langsung dengan pembajak pesawat di Don Muang, Thailand. Atas jasanya tersebut ia menerima 'Bintang Sakti Mahawira Ibu Pertiwi', sebuah penghargaan yang diberikan atas pengorbanan yang patut dijadikan suri tauladan bagi generasi penerus prajurit TNI.
Paragraf di atas adalah pengantar kejadian 37 tahun lalu, tepatnya pada 28 Maret 1981 saat lima teroris yang dipimpin Imran Bin Muhammad Zein membajak pesawat Garuda Indonesia DC-9 Woyla.
Pesawat tersebut dijadwalkan berangkat dari Jakarta pada pukul 08.00 WIB, transit di Palembang dan sampai di tujuan, Medan pada pukul 10.55. Namun lima teroris mengambil alih pesawat dan memerintahkan sang pilot untuk mengarahkan pesawat ke Penang, Malaysia. Pesawat yang diterbangkan Kapten Pilot Herman Rante dan co-pilot Hedhy Djuantoro tersebut membawa total 48 orang penumbang ditambah tiga kru kabin.
Operasi pembebasan dengan nama Operasi Woyla pun dimulai. Pada pukul 21.00, 29 Maret 1981, 35 anggota Kopassandha meninggalkan Indonesia menuju Bangkok. Pukul 02.30, 31 Maret 1981, prajurit bersenjata mendekati pesawat secara diam-diam, memanjat ke sayap pesawat dan menunggu di pintu samping.
Saat akan memasuki pintu belakang, prajurit bertemu dengan salah satu teroris. Teroris tersebut berhasil menembak perut bawah salah satu prajurit sebelum akhirnya ditembak mati. Prajurit terbagi dalam tiga tim; Tim Biru, Hijau dan Merah.
Tim Biru dan Tim Merah bertugas memasuki pesawat dan membantu proses evakuasi penumpang. Pada saat evakuasi, seorang teroris melemparkan granat. Tetapi tidak meledak karena tuas penarik granat tidak ditarik secara sempurna. Dalam peristiwa ini, satu komando dan empat teroris tewas.