Lex Specialis KPK Bisa Jebloskan Hilman ke Penjara
Pandangan banyak orang, kecelakaan tragis yang dialami Novanto saat menumpang Fortuner hitam B 1732 ZLO pada Kamis malam (16/11/2017) seolah direkayasa. Berbagai pemberitaan juga menyebut Kontributor Metro TV, Hilman Mattauch berlaku andil atas kecelakaan tersebut. Termasuk, mendongkrak popularitas tiang lampu penerangan jalan (sebelumnya disebut tiang listrik) di Jalan Permata Berlian, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan menjadi tersohor di jagat maya.
Kendati KPK belum menelusuri lebih dalam, Hilman Mattauch terlanjur masuk dalam pusaran kasus Novanto, tersangka korupsi e-KTP yang merugikan uang negara senilai Rp2,3 triliun. Pasalnya, Hilman mengetahui keberadaan Novanto yang dinyatakan lari dari penangkapan KPK di kediamannya Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan pada malam sebelumnya.
Ahli Hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta mengatakan, Hilman Mattauch bisa dipidana atas dugaaan menghalangi proses penyidikan KPK. Pria bertubuh tambun itu bisa dijerat Pasal 21 Undang-Undang Tipikor dengan ancaman hukuman paling singkat 3 tahun dan paling lama hingga 12 tahun.
“Pasal ini harus dijalankan termasuk oleh wartawan yang dipayungi kode etik jurnalistik. Norma hukum pidana itu bersifat istimewa. Tidak bisa dihalangi oleh norma apa pun. Karena norma hukum pidana itu mencari kebenaran materiil. Kebenaran sesungguhnya yang oleh hukum bahkan agama memang harus ditegakkan," ujar Gandjar di acara Peace One Day 2017 di Gedung Merah-Putih KPK, Minggu (19/11/2017).
Menurut Gandjar, konsep lex specialis derogat legi generali harus dikedepankan jika ada aturan yang kontradiksi. Hal itu berarti, KPK harus mendahulukan undang-undang yang khusus, dan menyampingkan undang-undang yang umum. "Bagaimana menentukan UU yang khusus? Kalau perbuatan materiilnya masuk ke ranah hukum pidana dengan norma yang istimewa, norma yang lain minggir," lanjutnya.
Kasus Penting
Pengacara LBH Pers, Gading Yonggar Ditya mengatakan, kontributor Metro TV itu bisa mendekam di penjara. Sebab, melihat kasus Novanto yang sudah menjadi sorotan masyarakat luas, tentunya sosok yang sedang dicari itu menjadi penting.
Mestinya, kata Gading, sedari awal Hilman Mattauch melaporkan keberadaan Novanto ke polisi maupun KPK. Mengingat, status Novanto yang sudah masuk DPO (Daftar Pencarian Orang).
“Tapi, masih harus ditelisik lagi, karena kronologi kejadiannya masih simpang siur. Katanya mereka sedang dalam perjalanan ke KPK, tapi ada lagi yang berkata lain,” kata Gading.
Menurut Gading, pelanggaran kode etik yang dilakukan Hilman Mattauch hingga kini masih diperdebatkan. Menurutnya, jeratan hukumnya harus jelas, karena kerja wartawan itu dilindungi Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 terkait kode etik jurnalistik. Sejatinya, wartawan pun memiliki hak tolak.
“Tergantung, kapasitas dia (Hilman) saat itu. Dia dalam kapasitasnya menjalankan profesinya sebagai wartawan atau tidak,” katanya.
Melalui pernyataan tertulis, Pemimpin Redaksi Metro TV, Don Bosco Salamun, menyatakan tidak menemukan pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan kontributornya, Hilman Mattauch. Dalam proses mendapatkan wawancara eksklusif Ketua DPR RI Setya Novanto, yang ditayangkan Kamis (16/11/2017) malam itu sudah sesuai penugasan News Gathering atau peliputan Metro TV. Tugas itu diberikan kepada beberapa tim reporter maupun kontributor untuk mendapatkan wawancara eksklusif Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
"Hilman menyampaikan bahwa Setya Novanto merencanakan untuk memenuhi panggilan KPK pada malam harinya," kata Don Bosco.
Setelah melalui upaya negosiasi, kata Don Bosco, Hilman mendapatkan wawancara eksklusif bersama Setya Novanto melalui sambungan telepon yang ditayangkan langsung Metro TV. Tidak lama setelah wawancara selesai, mobil yang dikendarai Hilman dan ditumpangi Novanto menabrak tiang di Jalan Permata Berlian, Jakarta Selatan. Akibat kecelakaan itu, Novanto dirawat di rumah sakit hingga hari ini.