Kuasa Hukum: Majelis Hakim Jangan Langgar Hak Jumhur Sebagai Terdakwa
ERA.id - Tim penasihat hukum Jumhur Hidayat meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan di Jakarta, Senin, agar jangan membiarkan ada pelanggaran terhadap hak-hak kliennya sebagai terdakwa.
Tim pengacara menyampaikan permintaan itu kepada Majelis Hakim, karena sampai sesi persidangan, Senin, Jumhur dan kuasa hukum belum menerima surat penetapan perpanjangan penahanan dari pengadilan negeri.
Padahal, jika tidak ada perpanjangan, masa tahanan Jumhur habis tepat pada Senin, 3 Mei 2021. Artinya, ia harusnya dibebaskan dari tahanan demi hukum, kata tim kuasa hukum.
"Sampai hari ini belum ada surat (penetapan perpanjangan, Red), tadi terbukti baru diajukan oleh pengadilan negeri pada 28 April. Semestinya, jika tidak ada penetapan, beliau (Jumhur Hidayat, Red) bisa dilepaskan demi hukum. Jika ada kepastian hukum, maka itu akan memberi kemanfaatan dan keadilan buat Pak Jumhur," kata anggota tim kuasa hukum, Arif Maulana, saat sidang di PN Jakarta Selatan dikutip dari Antara, Senin (3/5/2021).
Terkait itu, Hakim Anggota Nazar Effriadi mengatakan pihaknya juga masih menunggu surat penetapan perpanjangan dari kepala Pengadilan Tinggi Jakarta.
"Kami sudah mintakan pak, tetapi dari sana belum dikirim jawaban kepada kami," kata Nezar ke para penasihat hukum.
Menurut dia, Majelis Hakim belum menerima pemberitahuan dari Pengadilan Tinggi bahwa surat permintaan perpanjangan penahanan itu akan ditolak sehingga kemungkinan besar masa penahanan Jumhur akan diperpanjang.
Namun, tim kuasa hukum menolak alasan hakim itu.
"Jangan mengecilkan ini jadi masalah administrasi, kami sangat keberatan. Dampaknya pelanggaran HAM. Beliau ditahan berbulan-bulan tidak bertemu anak, istri, dan keluarganya," kata anggota tim kuasa hukum lainnya, Muhammad Isnur.
Jika tidak ada surat penetapan terkait masa penahanan Jumhur sampai 3 Mei 2021, maka itu adalah bentuk pelanggaran HAM yang secara terang-terangan dilakukan oleh PN Jakarta Selatan, ujar Isnur menegaskan.
Pernyataan Isnur itu pun disambut dengan seruan “bebaskan!” dari para pendukung Jumhur yang ada di ruang sidang.
"Kami mohon (kepada Majelis Hakim) pertemukan dia, minimal agar bisa berbuka bersama keluarga, berlebaran bersama keluarga," kata Isnur.
Di luar ruang sidang, Arif, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, mengatakan pihaknya menunggu surat penetapan secara tertulis terkait masa penahanan Jumhur, bukan hanya informasi lisan dari Majelis Hakim.
"Dalam hukum, sekali lagi, asas legalitasnya harus jelas tertulis. Jika tidak, itu kesewenang-wenangan namanya. (Jika tidak ada penetapan, Red) Pak Jumhur harus dilepaskan demi hukum," tegas Arif.
Terkait itu, Jumhur berharap Majelis Hakim tidak mengurangi hak-hak terdakwa hanya karena alasan administrasi.
"Hak asasi itu di atas administrasi. Tidak boleh ada alasan administrasi mengurangi hak-hak orang. Itu tidak boleh. Itu jadi pelajaran buat kita semua, semoga mereka bekerja keras (mengeluarkan surat penetapan, Red) bukan hanya untuk saya, tetapi para tahanan lain di Indonesia,” kata Jumhur saat ditemui usai sidang.
Jumhur mengunggah kritik terhadap Undang-Undang Cipta Kerja lewat akun Twitter pribadinya pada 7 Oktober 2020.
Namun, kritik itu dianggap sebagai kabar bohong dan ujaran kebencian oleh kepolisian sehingga sejak 14 Oktober 2020 Jumhur ditahan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, dan sampai saat ini ia masih mendekam di Rumah Tahanan Bareskrim Mabes Polri.
Dalam persidangan, jaksa telah mendakwa Jumhur telah sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan.
Terkait dakwaan itu, Jumhur dijerat dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 Ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A Ayat (2) jo. Pasal 28 Ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.