Pendekatan Damai dari Era Habibie Hingga Jokowi ke KKB di Papua 'Gagal', Ketua MPR: Bukan dengan Diskusi
ERA.id - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai tindakan untuk menghentikan pembunuhan dan teror berkelanjutan terhadap warga sipil Papua oleh KKB bukan dengan diskusi, melainkan dengan tindakan tegas oleh negara. Negara harus bersikap tegas karena pendekatan damai yang telah diupayakan selama ini selalu ditolak KKB dan kelompok pelaku teror lainnya.
"Ketika saya membuat pernyataan untuk mendorong negara segera bersikap tegas terhadap KKB di Papua, rangkaian aksi tidak berperikemanusiaan KKB telah menelan jumlah korban tewas sedikitnya 110 jiwa, meliputi warga sipil serta prajurit TNI-Polri," kata Bamsoet dalam keterangannya, Sabtu (8/5/2021).
Ia juga menyebutkan KKB membunuh Kabinda Papua, membakar sekolah dan merusak properti warga. Ia mempertanyakan apakah diskusi bisa dengan sendirinya menghentikan kebrutalan KKB membunuh dan meneror warga sipil Papua.
"Lalu, harus berapa lama lagi negara membiarkan KKB leluasa melakukan pembunuhan dan menebar teror di Papua?’" ujar Bamsoet.
Bamsoet menegaskan, penerapan sikap tegas negara terhadap KKB di Papua mestinya dipahami sebagai inisiatif negara menghentikan pembunuhan dan teror berkelanjutan terhadap warga sipil setempat. Komentar dan ratapan para elit serta para pemerhati di Jakarta selama ini terbukti tidak bisa menghentikan kebrutalan KKB.
"Agar korban jiwa tidak terus bertambah, negara harus hadir dengan sikap tegas untuk menghentikan pembunuhan dan teror oleh KKB di Papua," kata Bamsoet.
Tentang pendekatan damai atau diskusi menyelesaikan sejumlah persoalan di Papua, Bamsoet mengajak dan mempersilahkan semua pihak untuk membuka lagi catatan tentang sejumlah upaya atau pendekatan damai yang diprakarsai pemerintah Indonesia selama ini.
Ia mencontohkan almarhum Presiden BJ Habibie (1998-1999), melalui Panglima TNI Jenderal Wiranto, telah meminta maaf dan mencabut status Daerah Operasi Militer (DOM) di Papua. Habibie juga menegaskan masalah Papua diselesaikan lewat jalur diplomasi. Pendekatan damai itu dilanjutkan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 1999. Bahkan Gus Dur mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua serta memperbolehkan pengibaran bendera Bintang Kejora.
"Pendekatan damai dengan OPM juga digagas pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014). Melalui staf khususnya, SBY menegaskan, tak ada pendekatan lebih cocok di Papua selain pendekatan damai. Ketika beberapa anggota TNI tewas dalam baku tembak dengan kelompok bersenjata, SBY tetap mengedepankan jalur diplomasi," kata Bamsoet.
Bahkan, ia mengatakan pada 9 November 2011, SBY menunjuk Farid Husain sebagai juru runding pemerintah dengan tokoh-tokoh masyarakat Papua, termasuk dengan Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Papua.
"Perhatian pemerintah terhadap Papua tidak berkurang. Presiden Jokowi, yang banyak menahan diri dalam menghadapi kebengisan KKB, melanjutkan pendekatan damai itu dengan upaya meningkatkan kesejahteraan warga Papua," katanya.
Sejak menjabat presiden, Jokowi setidaknya sudah 11 kali mengunjungi Papua dan Papua Barat. Jokowi memprioritaskan pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) sebagai kerangka besar solusi konflik di Papua. Jokowi menerapkan kebijakan BBM satu harga hingga membangun serat optik Palapa Ring.
"Ketika pendekatan damai dan kesejahteraan direspons aksi brutal KKB, negara tidak bisa berdiam diri. Negara tidak boleh kalah oleh para pembunuh dan pelaku teror yang telah memakan banyak korban dan harta benda serta meresahkan rakyat kita di Papua. Karena Papua adalah bagian dari Indonesia, negara harus mampu melindungi dan memberikan rasa aman bagi rakyat di sana," katanya.