Suap dan Gratifikasi Kok Jadi Budaya?

This browser does not support the video element.

Jakarta, era.id - Keterangan saksi di persidangan terdakwa pencucian uang Bupati nonaktif Kutai Kartanegara Rita Widyasari ini begitu mengejutkan. Di sana, memberi suap bukan lagi sebuah kejahatan, tapi budaya.

Terpidana kasus pencucian uang yang juga direktur perusahaan konstruksi PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suaidi mengatakan, memberikan sejumlah uang kepada pejabat daerah untuk memuluskan jalan proyek sudah menjadi kebiasaan. 

"Karena kebiasaan. Kalau kita dapat (proyek) dan enggak ngasih (uang), nanti tahun depan enggak dapat proyek lagi. Kalau kita dapet kerjaan lalu da-da, ya bisa jadi da-da terus," kata Ichsan sambil sedikit tertawa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Gunung Sahari, Selasa (3/4/2018).

Ia membeberkan siapa saja yang tercatat menerima uang dari perusahaannya. Dia memberi istilah 'matpus' atau material pusat. Dana ini dibagi-bagi ke pejabat tertinggi. Mulai dari bupati, DPRD, hingga kepala dinas, semuanya kena cipratan. Namun ia mengaku tidak bisa mengontrol aliran dana tersebut bakal mengalir ke mana.

"Pertama bupati, kedua DPRD, ketiga orang-orang kepala dinas, kepala PU, dan lain-lain. Itu kan sudah sejak awal, itu menggelinding begitu saja seperti bola salju," tuturnya.

Perusahan, lanjut Ichsan, selalu mengalokasikan dana sekitar 10 hingga 12 persen dari total keseluruhan dana proyek untuk “matpus” ini. Ia juga membenarkan adanya bagi-bagi dana proyek kepada Bupati Rita dan peserta tender lainnya.

"10 persen Bu Rita dan 3,5 persen untuk KPA serta musyawarah rekanan?" tanya Jaksa.

“Iya benar,” jawabnya.

Dalam kasus ini, Rita dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin didakwa dengan pasal 12 B UU 20/2001 tentang Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat 1 KUHP. Rita juga dijerat dengan pasal 12 huruf b UU 20/2001 tentang Tipikor juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Tag: