Mulianya Bung Karno: Lelang Pecinya karena Tak Punya Uang Jelang Lebaran Demi Ini...
ERA.id - Juru Bicara (Jubir) Presiden, Fadjroel Rachman melalui akun Instagramnya @fadjroelrachman mengunggah kisah sedih sekaligus unik dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Bung Karno dikisahkan pernah tidak memiliki uang jelang momen Lebaran. Karena itu, ia mengambil jalan yang lazim yakni melelang pecinya yang berujung dihargai mahal.
Dikutip dari Buku “Suka Duka Fatmawati Sukarno”, kisah di atas diceritakan kepada Kadjat Adrai. Jelang Lebaran, Bung Karno saat itu menemui mantan Menteri Luar Negeri Roeslan Abdoelgani untuk berhutang uang.
“Cak, tilpuno Anang Tayib. Kondo’o nék aku gak duwé dhuwik (Cak teleponkan Anang Tayib bilang aku ga ada uang),” tutur Soekarno.
Anang itu keponakan Roeslan yang tinggal di Gresik. Ia adalah pengusaha peci merek Kuda Mas, peci yang sering dikenakan Soekarno. Saat itu Roeslan tak langsung menyanggupi permintaan Bung Karno.
Ia malah berpikir, bagaimana peci bekas Soekarno dilelang saja. “Beri aku satu peci bekasmu. Saya akan lelang,” kata Roeslan Abdoelgani.
“Bisa laku berapa, Cak?” tanya Soekarno.
“Wis tala, serahno aé soal iku nang aku. Sing penting bèrès (sudahlah, serahkan saja soal itu pada saya. Yang penting beres),” sahut Roeslan.
Hari pelelangan pun tiba. Pelelangan dilakukan oleh Anang. Roeslan yang sudah membawa peci bekas Soekarno, mendadak kaget karena jumlah peserta lelang begitu banyak, didominasi pengusaha asal Gresik dan Surabaya.
Tapi yang membuatnya sangat terkejut ternyata Anang melelang tiga peci. “Saudara-saudara, sebenarnya hanya satu peci yang pernah dipakai Bung Karno. Tetapi saya tidak tahu lagi mana yang asli. Yang penting ikhlas atau tidak?” tanya Anang
“Ikhlas!” seru para peserta lelang.
“Alhamdulillah,” sahut Anang.
Dalam waktu singkat, terkumpul uang Rp10 juta. Semua uang itu segera diserahkan Anang kepada Roeslan. “Asliné lak siji sé (Yang asli cuma satu ‘kan),” kata Roeslan.
“Iya. Sebenarnya dua peci yang akan saya berikan untuk Bung Karno,” kata Anang.
“Tapi kedua peci itu jelek,” ungkap Roeslan.
“Memang sengaja saya buat jelek. Saya ludahi, saya basahi, saya kasih minyak, supaya kelihatan bekas dipakai,” sahut Anang.
“Koen iki kurang ajar Nang, mbujuki wong akèh (Kamu kurang ajar Nang. Nipu banyak orang),” tutur Roeslan.
“Nék gak ngono gak olèh dhuwik akèh (Kalau nggak begitu mana mungkin bisa dapat banyak uang),” jawab Anang.
Roeslan kemudian menyerahkan semua uang hasil lelang kepada Soekarno. Soekarno pun heran dengan hasilnya. “Cak, kok akeh dhuwiké (Banyak banget uangnya)?” Bung Karno kaget.
“Iku akal-akalané Anang (Itu semua akal-akalannya Anang),” jelas Roeslan.
Tak lama, ia menceritakan bagaimana akal bulus Anang menggandakan peci. “Kurang ajar Anang. Nék ngono sing dosa aku apa Anang (Kalau begitu yang berdosa saya)?” tanya Bung Karno.
“Anang,” sahut Roeslan.
”Dhuwik sakmono akèhé jangé digawé apa Bung (Uang begitu banyak akan digunakan untuk apa Bung)?” tanya Roeslan.
“Gawé zakat fitrahku. Gowoen kabèh dhuwik iki nang makam Sunan Giri. Dumno nang wong-wong melarat nok kono (Untuk zakat fitrahku. Bawa semua uang ini ke makam Sunan Giri. Bagikan pada orang-orang miskin di sana),” kata Bung Karno.