Data Facebook Bocor, Kominfo Kasih Hukuman
"Kemarin kita panggil Facebook untuk menanyakan kenapa sampai data pengguna dibocorkan ke Cambridge Analytica sampai 87 juta dan di mana terdapat 1,3 juta berada di Indonesia. Oleh karenanya kita ingin tahu kenapa bisa bocor dan dari kapan itu bocor,” kata Staf Ahli Menkominfo Bidang Hukum Henri Subiakto dalam sebuah acara diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/4/2018).
Henri juga mengaku, pemanggilan pihak Facebook itu sekaligus untuk memberi teguran dan sanksi lisan. Pemerintah masih menunggu jawaban untuk perkara ini.
"Sekarang ini baru teguran dan sanksi lisan, kita menunggu secepatnya supaya ada penjelasan mengapa seperti itu (data bocor), kenapa dan bagaimana," ujar dia.
Dari pertemuan itu, lanjut Henri, pihak Facebook berjanji untuk melakukan audit internal dan selanjutnya memberikan klarifikasi terkait kebocoran data penggunanya.
"Kami sudah minta Facebook menyerahkan hasil auditnya secepatnya," sambungnya.
Kepada Kominfo, pihak Facebook mengaku ingin segera menyelesaikan persoalan ini secepatnya. Lantaran, kasus ini bukan hanya membahayakan pengguna Facebook saja, tetapi juga merugikan jejaring sosial buatan Mark Zuckerberg itu.
"Temen-temen dari Facebook ingin melakukan (audit dan klarifikasi) secepatnya, karena mereka juga rugi. Karena mereka juga sudah merasakan kerugian, seperti turunnya harga saham dan kerugian semakin anjlok, semakin lama semakin rugi," Henri menjelaskan.
Sebelumnya, Kepala Teknologi Facebook Mike Schroepfer menyebut ada 87 juta data pengguna Facebook yang bocor ke Cambridge Analytica, sebuah lembaga riset di Inggris. Pengguna Facebook asal Indonesia menyumbang angka setidaknya 1,3 juta pengguna atas kebocoran data tersebut.
Kepada koran Inggris, The Guardian, bulan Maret 2018 lalu, mantan kepala riset Cambridge Analytica, Christopher Wylie, mengungkap telah mengumpulkan puluhan juta data pribadi pengguna Facebook dengan kedok riset akademis.
Data tersebut yang kemudian secara ilegal dijual kepada Cambridge Analytica, dan selanjutnya digunakan untuk mendesain iklan politik yang mampu mempengaruhi emosi pemilih. Bahkan, secara terang-terangan, konsultan politik ini menyebarkan isu dan berita bohong untuk memengaruhi pilihan politik warga.