Politisi Naftali Bennett Berpeluang Pimpin Israel, Apa Sikapnya Soal Palestina?
ERA.id - Nama Naftali Bennett, seorang eks entrepreneur teknologi yang jadi politisi di Israel, baru-baru ini mencuat sebagai calon kuat yang bakal melengserkan Benjamin Netanyahu dari posisi perdana menteri Israel setelah 12 tahun berkuasa.
Bagaimana kiprah politiknya dan seperti apa pandangannya terhadap isu krisis Israel dan Palestina?
Tak Segan pada Kontroversi
Naftali Bennett di Israel dikenal sebagai miliarder super kaya yang mendapatkan nama di politik berkat dukungan dari kubu sayap kanan, melalui retorika nasionalistik-relijius.
Dilansir dari Al Jazeera, ia masuk ke politik setelah menjual startup teknologi miliknya dengan nilai transaksi 145 juta dolar AS pada tahun 2015, dan setahun kemudian, ia ditunjuk jadi kepala staf Netanyahu, yang kala itu masih menjadi oposisi.
Setelah sempat membantu Netanyahu, Bennett di tahun 2010 mengepalai Dewan Yesha, yang pekerjaannya termasuk melobi pendudukan warga israel di Tepi Barat.
Di tahun 2012, Bennett menarik perhatian publik karena menjadi ketua partai Jewish Home yang beraliran ideologi nasionalis namun, kala itu, hampir mengalami pembubaran. Di tangan Bennett, umur partai tersebut diperpanjang dan mendapat porsi kursi yang lebih banyak di parlemen. Partai inilah yang kelak berganti nama menjadi partai Yamina ('Arah yang Benar') yang ia pimpin hingga sekarang
Bennett adalah politisi yang tak segan membuat kontroversi.
Pada 2013, ia berkata bahwa "teroris (Palestina) harus dibunuh, jangan dibebaskan."
Politisi berusia 49 tahun itu juga pernah mengatakan bahwa wilayah Tepi Barat tidak pernah dalam kondisi penjajahan karena, menurutnya, "tidak pernah ada yang namanya negara Palestina". Ia juga meyakini bahwa konflik Israel-Palestina tak akan bisa diselesaikan, namun, harus dipertahankan sampai satu pihak menyerah.
Dukungan terhadap aneksasi wilayah Tepi Barat adalah salah satu sikap dari Bennett dan partai Yamina.
Seberangan dengan Mantan Kawan
Pada Mei 2020, partai Yamina tidak diajak bergabung dalam pemerintahan pimpinan Netanyahu meski kedua figur politik sudah berkoalisi sejak dua tahun sebelumnya. Hal ini menguak kekesalan pribadi sang perdana menteri terhadap Bennett, meski kedua sosok itu berasal dari ideologi yang sama.
Kerenggangan ini makin kentara di tengah pandemi virus corona. Beroposisi dengan Netanyahu Bennett pun mengurangi retorika nasionalistiknya dan fokus pada janji penanganan wabah penyakit.
Pada Minggu, (30/5/2021), Bennett mengatakan bakal bergabung politisi kubu tengah, Yair Lapid, dalam koalisi untuk melengserkan PM Netanyahu. Lapid bersepakat untuk memberikan posisi perdana menteri pada Bennett selama dua tahun bila koalisi itu berhasil.
Bennett memiliki orang tua keturunan Amerika Serikat dan saat ini tinggal bersama istrinya, Galit, dan keempat anaknya di kota Raanana.