Viral! Pendakwah Ini Sebut Musik Haram karena Meniru Ajaran Kristen, Warganet: MUI Kapan Sertifikasi Ulama?
ERA.id - Warganet kembali dihebohkan oleh beredarnya video potongan ceramah yang menyebut bahwa musik haram. Ceramah itu disampaikan oleh pendakwah Ustaz Munzir Situmorang.
Dalam video yang dibagikan akun Twitter @gratias_15, mulanya Ustaz Munzir menjawab pertanyaan yang pernah dilontarkan salah seorang jemaahnya soal hukum musik dalam Islam.
"Adik ini pernah nanya bagaimana hukumnya musik, saya katakan haram dalam Al-Qur'an dan Hadis. Dari mana musik? Dari gereja," kata Ustaz Munzir.
Menurut dia, gereja saja baru membolehkan musik setelah abad ke-4, sebelum abad ke-4 musik haram bagi Kristen. Saat itu, seorang pastor pergi ke Jerman dan melihat isi Injil diterjemahkan menjadi chord.
"Tapi ketika pastornya pergi ke Jerman, dilihat isi injil itu diterjemahkan jadi liturgi, jadi chord, apa kata pastor? Kalau kita pisahkan mereka dari musik, mereka akan keluar dari Kristen. Sudah kita jadikan musik bagian ibadah Kristen. Makanya sekarang mereka nyanyi," kata Ustaz Munzir.
Ustaz Munzir menjelaskan bahwa umat Islam saat ini mengikuti ajaran Kristen. "Al-Qur'an dinyanyikan, selawat dinyanyikan, istighfar dinyanyikan pake musik, itu pengikut nasrani," ujar dia.
"Yang dibolehkan dalam Islam hanya rebana," tambah dia.
Sontak video ceramah tersebut mendapat reaksi beragam dari warganet. Salah satunya adalah mantan Politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean. Manurut dia, mungkin inilah zaman era di mana pelawak hijrah jadi politisi.
"Atau jadi penceramah dan penceramah hijrah jadi pelawak. Lucu bapak ini.!!" kata dia.
Pengguna Twitter @gratias_15 yang mengunggah video ceramah Ustaz Munzir Situmorang menyebut bahwa pendakwah itu seperti orang mabuk.
"Waduh, Music itu Haram dan Kesetanan, Ustadz kayak gini mabok kencing ONTA..." tulis dia.
"@MUIPusat kapan SERTIFIKASI ULAMA?" tambah dia.
Lalu bagaimana hukum musik dalam pandangan Islam?
Ada perbedaan pendapat terkait hukum bermain ataupun mendengarkan musik. Ada yang memperbolehkan, namun ada pula yang mengharamkan. Di dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah halaman 168 dalam bahasan Ma’azif (alat-alat musik) dijelaskan bahwa kata musik diartikan sebagai suara yang dihasilkan oleh instrumen-instrumen musik.
Dilansir dari tebuireng.online, pembahasan tentang mendengarkan musik dalam fikih termasuk al masail al fiqhiyyah, bukan termasuk dasar-dasar akidah atau perkara yang diketahui dari agama secara pasti.
Lebih lagi, dalam syariat tidak ada nash yang sharih yang menjelaskan tentang keharaman musik sebagaimana yang diterangkan Imam al Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin juz ke-2 halaman 268.
Akan tetapi, dalam masalah khilafiyyah ini, tidaklah patut menafikan sesama muslim atau mengingkarinya, selama ada ulama ahli fikih yang memperbolehkan musik, sedangkan mereka adalah ulama yang berkompeten dan bisa dijadikan rujukan serta bisa diikuti pendapatnya. Maka tidak boleh memecah persatuan umat sebab masalah khilafiyyah.
Dalam permalasahan ini para ulama berbeda pendapat dalam menghukuminya, seperti Imam Syafi’i mengatakan ”Menyanyi hukumnya makruh dan menyerupai kebatilan. Barang siapa sering bernyanyi maka tergolong safeh (orang bodoh). Karena itu, syahadah-nya (kesaksiannya) ditolak”.
Begitu juga dengan Imam Malik dalam kitab Mughni Muhtaj juz 3 halaman 3, ia mengatakan “Jika seseorang membeli budak perempuan, dan ternyata budak tersebut seorang penyanyi, maka pembeli berhak untuk mengembalikan budak tersebut (karena termasuk cacat).” Pendapat Imam Malik ini kemudian diikuti oleh mayoritas ulama Madinah kecuali Ibnu Sa’id.
Sedangkan Ulama yang memperbolehkan musik dan instrumen-instrumenya adalah al-Ghazali. Di dalam kitab Ihya Ullumuddin diterangkan hal-hal yang berkaitan dengan hukum seni musik dan segala ragamnya.
Nyanyian itu sendiri itu berasal dari kata al Ghina sebagaimana lafadz kisaa berarti suara yang dilantunkan, atau berarti sesuatu yang didengarkan. Seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, dilahirkan dengan perantara alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indra pendengaran.