Setahun Kasus Novel yang Masih Gelap
Berbagai kendala dan halang rintang menghiasi perjalanan kasus penyiraman air keras yang dialami Novel. Sejak kejadian itu terjadi pada 11 April 2017, polisi telah memeriksa 38 rekaman CCTV untuk mencari pelaku penyerangan.
Polisi juga telah menelusuri 109 toko kimia untuk mencari tahu siapa pelaku membeli air keras yang disiramkan ke wajah dan mata Novel. Sebanyak 68 saksi telah dimintai keterangan namun tak satu pun yang melihat pelaku.
Baca Juga: Operasi Mata Novel Baswedan Berjalan Lancar
Sakit karena disiram air keras membuat kedua mata Novel nyaris buta. Entah berapa kali Novel harus bolak-balik menjalani operasi mata, baik itu di Rumah Sakit yang ada di Jakarta ataupun di negara tetangga seperti di Singapura.
Berbagai desakan dari berbagai LSM dan KPK untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) terus disuarakan. Namun lagi-lagi hal itu tak dilakukan pemerintah. Meski tak bisa melihat dan harus mondar-mandir meja operasi, Novel sempat mengungkapkan ada keterlibatan sosok petinggi polisi dalam kasus penyerangan yang dialaminya.
"Saya mendapat informasi bahwa ada seorang jenderal polisi --berpangkat tinggi-- terlibat. Awalnya saya katakan informasi itu tidak benar. Tapi sekarang setelah berjalan dua bulan dan kasus ini belum juga terpecahkan, saya bilang (kepada orang yang menduga polisi terlibat) bahwa rasanya informasi itu benar," ujar Novel kepada Majalah Time, Juni 2017.
Pada 1 Agustus 2017 dan 5 januari 2018, polisi mulai menemukan titik terang dan memamerkan sketsa wajah yang diduga pelaku penyerangan Novel. Namun lagi-lagi hasilnya nihil.
Baca Juga: Kamisan untuk Novel Baswedan
Lagi-lagi harapan semu, tak nampak terlihat. Sontak saja berbagai penggiat HAM dan Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan aksi Kamisan yang sudah rutin digelar, sebagai bentuk meminta pertanggung jawaban pemerintah terhadap aksi-aksi pelanggaran HAM berat.
Spanduk bertuliskan '9 Bulan Kasus Penyerangan Novel Baswedan, Bukti dan Saksi Masih Ada, Jokowi Kemana?' menjadi bahan aksi kala itu, untuk mengingatkan penguasa tentang pelanggaran HAM di Indonesia.
Ah rasanya, pemerintah masih memberikan harapan palsu dalam kasus ini. Sampai-sampai kepulangan Novel dari masa pengobatannya di Singapura pada Kamis 22 Februari 2018 lalu itu, belum juga memberikan titik terang.
Kendati begitu, Novel tak sampai hati menganggap kejadian teror yang dialaminya sebagai bentuk kelemahan KPK. Ia meminta penyidik dan karyawan KPK tetap semangat untuk mendukung pemberantasan korupsi.
"Bagi saya apa yang terjadi pada diri saya ini, saya tidak ingin menjadikan ini sebagai kelemahan, namun penyemangat dan suatu kebanggaan bagi saya bisa kembali bertemu dengan pimpinan KPK dan media semuanya serta teman-teman semua yang mendukung pemberantasan korupsi," kata Novel di KPK saat itu.
Sampai di sini kami sepakat dengan kalian semua, kalau kasus penyiraman air keras Novel Baswedan memang menyita perhatian negeri ini. Kita berharap saja Novel dapat kembali melihat jalan terang dari kasus yang dialaminya.