Curhat Sultan HB X Soal Covid-10 di Yogya: Masyarakat yang Jadi Subjek

ERA.id - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X kembali menekankan posisi masyarakat sebagai subjek utama pencegahan penularan COVID-19, setelah sebelumnya mencabut wacana penerapan "lockdown total" di provinsi ini.

"Tak dapat dimungkiri, masyarakatlah yang menjadi subjek pencegahan meluasnya pandemi. Sebaik dan sekuat apa pun regulasi hanya akan menjadi 'aji godhong aking', tak berarti bagai daun kering," kata Sri Sultan dalam Sapa Aruh, di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (22/6/2021).

Sebelumnya, pada Jumat (18/6), Raja Keraton Yogyakarta ini sempat melontarkan wacana "lockdown total" DIY untuk menekan laju penularan.

Namun kemudian, Gubernur DIY ini menilai bahwa kebijakan itu tidak mungkin dilakukan saat ini, mengingat keterbatasan anggaran pemerintah daerah untuk menanggung biaya hidup seluruh warga DIY.

Sultan berpendapat sebaik dan sekuat apa pun kebijakan yang bakal diterapkan, tidak memiliki arti apa-apa, jika diabaikan dan tidak dilaksanakan dengan sepenuh hati.

"Kita harus 'lila legawa' (berlapang dada) dengan menyadari, sedikit kelengahan bisa memperparah dampak pageblug ini," ujar dia.

Kepada pemerintah kabupaten dan kota se-DIY, ia menekankan bahwa pelaksanaan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro secara ketat dan terpadu sudah tidak bisa ditunda lagi.

"Segera lakukan reinisiasi gerakan 'Jogo Wargo', kendalikan mobilitas dan aktivitas sosial masyarakat agar tidak menimbulkan klaster-klaster baru," ujar Ngarsa Dalem.

Ia juga meminta pemerintah kabupaten/kota mengaktifkan fasilitas shelter komunal berbasis gotong royong di tingkat desa atau kelurahan.

Selain itu, menurutnya, karantina wilayah juga dapat diterapkan dalam skop lokal setingkat RT dan padukuhan yang berstatus zona merah dengan pendampingan dari instansi terkait.

"Saya percaya, gotong royong dan solidaritas sosial masih menjadi kekuatan nyata warga Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekali lagi, pemerintah dan masyarakat harus 'lumangkah sagatra', sesuai kearifan lokal masing-masing," kata Sri Sultan HB X itu pula.