Jacob Zuma, Si 'Presiden Teflon' Afrika Selatan, Akhirnya Serahkan Diri ke Polisi

ERA.id - Jacob Zuma, eks presiden Afrika Selatan, akhirnya menyerahkan diri ke polisi, Rabu, (7/7/2021), untuk mulai menjalani hukuman 15 bulan kurungan karena bersikap tidak kooperatif terhadap pengadilan, mengakhiri drama panjang dalam sistem hukum negara tersebut.

Juru bicara Polisi Lirandzu Themba mengonfirmasi penyerahan diri Zuma, yang menjabat presiden dari 2009 hingga 2018, demikian disebutkan di Al Jazeera.

Zuma kini berada dalam tahanan, sesuai putusan Pengadilan Konstitusi  pada pekan lalu.

Hukuman 15 bulan penjara diberikan pada Zuma karena yang bersangkutan menulak menyerahkan barang bukti dalam sebuah investigasi kasus korupsi pada Februari lalu. Penyelidikan mengenai kasus korupsi yang terjadi dalam periode 9 tahun Zuma menjabat itu dipimpin oleh Deputi Hakim Agung Raymond Zondo.

Pada Rabu, polisi telah memperingatkan akan menangkap Zuma bila yang bersangkutan tak menunjukkan diri di kantor polisi. Di saat yang sama, ratusan pendukung Zuma - beberapa dari mereka menenteng senjata api, tombak dan perisai - berkumpul di dekat rumah Zuma di daerah Nkandla, Afrika Selatan bagian timur, untuk mencegah penangkapan.

Namun, akhirnya, Zuma, 79 tahun, menyerahkan diri ke polisi, sebut Al Jazeera.

"(Eks) Presiden Zuma telah memutuskan untuk mengikuti perintah penahanan," demikian pernyataan yayasan Zuma via cuitan Twitter.

"Ia sedang dalam perjalanan untuk menyerahkan diri ke Fasilitas Rumah Tahanan di KZN."

Zuma selama ini menepis tuduhan bahwa masa kepresidenannya diwarnai banyak tindak korupsi. Ia bahkan mengritik balik hakim yang mengurus kasusnya, bahkan mengadukan penangkapannya ke pengadilan.

Zuma lengser dari tampuk jabatan pada 2018, dan digantikan oleh Cyril Ramaphosa. Itu menjadi akhir rezimnya yang identik dengan tingkah laku 'koncoisme' para pejabat. Pengritiknya menamai Zuma sebagai 'presiden teflon' karena ia bisa dengan mudah lepas dari hukuman.

Kini Zuma juga menghadapi investigasi terkait pembelian senjata senilai 2 miliar dolar AS pada 1999 saat ia masih menjabat wakil presiden. Ia menepis tuduhan itu. Ia berdalih menjadi korban manipulasi dan bias politik.