Alunan Orkestra Klasik di Era Modern
JCP digelar untuk melengkapi wajah Jakarta sebagai kota metropolitan. Kehadiran sebuah orkestra profesional dengan jadwal padat sepanjang tahun di kota besar merupakan kebutuhan kultural sebuah metropolitan modern.
"JCP sudah memasuki tahun ketiga. Yang pertama pada November 2016 menggelar dua seri (konser). Pada 2017, ada delapan seri dan kemungkinan, tahun ini akan ada 8 seri lagi," ujar Komisaris JCP Aksan Sjuman di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Rabu (18/4/2018).
Pada konser perdana yang diaba Budi Utomo Prabowo, JCP mengusung tema Lingkaran Keabadian. Tema tersebut diangkat untuk menanggapi kondisi dunia yang sedang tidak menentu. JCP berusaha untuk tetap menjaga titik ekuilibrium masyarakat dengan menyediakan ruang refleksi melalui musik.
Baca Juga : Ketika Musik Keras Berdamai dengan Gamelan
Aksan menyebut, penonton yang mendaftar secara online mencapai 1.700 peminat. Namun, karena kapasitas Gedung Teater Jakarta yang hanya mampu menampung 1.000 orang, maka 700 orang batal mendapatkan tiket orkestra ini.
"Awalnya kami mengadakan konser di Gedung Kesenian Jakarta sejak 2016. Ternyata semakin lama penonton semakin melonjak sampai 800 orang. Kemudian kami memutuskan untuk memindahkan ke tempat yang kapasitasnya lebih besar," jelas Aksan.
"Begitu pindah ke sini, reservasinya melonjak 1.700 dan kami harus memangkas. Sebenarnya bulan ini kami terpaksa harus men-cancel 700 yang telah reservasi gedung ini," tambahnya.
Direktur Pengembangan Pasar Dalam Negeri Bidang Pemasaran Bekraf Sape MP Sirait menyebut, Jakarta memang membutuhkan destinasi wisata musik kultural.
"Pada orkestra Philharmonic ini, kami melihat ini salah satu subsektor ekonomi kreatif. Kenapa kita pasarkan? Karena Jakarta harus punya satu ikon musik apa yang mau dijadikan yang mau dijual ternyata setelah kita lihat ini program sangat bagus," ungkap Sape.